Kadar Belerang Gunung Agung masih Nol

AMLAPURA (Bisnis Jakarta) – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM, telah melakukan pengukuran kadar belerang (SO2) gunung tertinggi di Pulau Bali ini dengan menggunakan alat spektrometer.

“Berdasarkan dari hasil pemeriksaan petugas kami, dari arah utara dan selatan Gunung Agung dikatahui kandungan gas belerang masih nol ,” ujar Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG, Gede Suantika, di Pos Pantau Gunung Agung, Karangasem, Minggu.

Pengukuran kadar belerang Gunung Agung ini telah dilakukan sejak tiga hari lalu dengan cara mengecek kandungan sulfur di radius 12 kilometer dari puncak Gunung Agung. Spektrometer ini dapat berfungsi apabila sebaran gas yang keluar dari gunung berapi terbawa angin.

“Saya contohkan apabila gas yang keluar dari Gunung Agung ini mengarah ke barat, maka pengecekan harus dilakukan dari arah barat Gunung Agung, kemudian alat ini diarahkan vertikal (ke atas) mengarah utara dan selatan,” ujarnya.

Setelah itu, gas yang melintas di atas spektrometer ini akan memberikan reaksi berapa konsentrasi kandungan gas belerang yang dikeluarkan gunung tersebut. Mengacu pada sejarah letusan Gunung Agung pada 1963, sebelum terjadinya erupsi gunung tertinggi di Pulau Bali ini, sempat terjadi tiga kali gempa (tremor) berdasarkan pengakuan warga yang berada dekat gunung setempat.

“Dahulu leluhur vulkanologi kami mencari data pembanding ini berdasarkan dari wawancara dengan warga setempat setelah terjadinya letusan Gunung Agung,” ujarnya.

Menurut Suantika, para peneliti vulkanologi ini baru melakukan pengecekan satu minggu setelah terjadinya letusan Gunung Agung. “Jadi gempa (tremor) yang terjadi saat ini juga belum terekam dan hingga hari ke-16 ini, aktivitas vulkanik Gunung Agung tercatat di atas 500 kali per hari,” katanya.

Sementara itu, Kepala PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM, Kasbani menambahkan, telah menambah dua alat tilmeter (alat baru untuk mendeteksi deformasi) untuk mengkonfirmasi pengembungan Gunung Agung. “Alat ini kembali difungsikan untuk mengantisipasi hal terburuk akibat pengembungan perut Gunung Agung,” ujarnya.

Ia menerangkan, pemasangan alat tiltmeter ini dipasang pada sisi utara dan selatan di radius 9 hingga 12 kilometer dari puncak Gunung Agung. (grd/ant)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button