JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan beberapa alasan kenapa mall atau pusat perbelanjaan ritel kini mulai sepi pengunjung, karena salah satu alasannya, masyarakat banyak yang lebih memilih belanja sembari berwisata ke Singapura dan Hongkong.
Menurut Bambang, dalam seminar yang dihadiri investor prioritas dan private Bank Mandiri, di Jakarta, Selasa, saat ini sulit sekali memesan tiket pesawat ke Singapura dan Hong Kong pada akhir pekan. Pasalnya, tiket pesawat itu sudah diborong oleh orang Indonesia yang hendak berbelanja. “Jadi ada perubahan, kalau dahulu orang itu wisatanya belanja ke mall-mall, tapi sekarang wisatanya ke luar negeri ditambah belanja,” ujar dia.
Kegiatan melancong ke luar negeri itu pula, kata Bambang, yang menandai perubahan pola konsumsi masyarakat. Masyarakat kini lebih gemar melancong atau berwisata ke luar negeri, dibanding belanja ke mall. “Ini yang menimbulkan kenapa mall kosong. Itulah yang terjadi, terjadi perubahan,” tambahnya.
Namun menurut Bambang, mallyang sepi atau mengalami penurunan jumlah pengunjung itu mayoritas adalah mall yang banyak menjajakan barang-barang ritel atau barang konsumsi untuk kalangan masyarakat menengah dan menengah ke bawah. Penurunan jumlah pengunjung juga disebabkan perpindahan belanja ke situs perdagangan dalam jaringan (e-commerce).
“Kayak ITC, Pasar Tanah Abang, Glodok dan lain-lain. Kalau mall menengah ke atas kayanya masih tinggi pengunjung, orang pada membeli tas LV (Louis Vuitton),” ujarnya. Bambang juga menjabarkan penyebab lainnya kenapa mall atau pusat perbelanjaan kini sepi.
Menurut Mantan Menteri Keuangan itu, masyarakat kini lebih memilih berbelanja kebutuhan sehari-hari di gerai swalayan mini terdekat ketimbang harus pergi ke pusat perbelanjaan besar. “Maka itu, data keuntungan perusahaan yang memiliki convention store meningkat. Di satu sisi yang punya swalayan besar pendapatannya menurun,” ujar dia.
Kemudian penyebab lainnya adalah masyarakat kini memang lebih gemar menabung dibanding berbelanja. Hal itu, kata dia, terlihat dari Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang terus tumbuh. Beberapa pola perubahan konsumi itu, kata dia, yang sulit direkam Badan Pusat Statistik (BPS). Akibatnya, pola konsumi itu membuat pergerakkan daya beli menurut BPS melemah. (grd/ant)