
BISNISJAKARTA.co.id – Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, indeks literasi asuransi menjadi 45,45%, meningkat dari 36,90% pada 2024. Sementara itu, indeks inklusi juga melonjak dari 12,21% menjadi 28,50%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono di Nusa Dua mengatakan, peningkatan tersebut menunjukkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya proteksi finansial semakin tinggi.
Meski begitu, OJK menyoroti masih adanya kesenjangan antara tingkat literasi dan inklusi, menandakan sebagian masyarakat sudah menggunakan produk asuransi namun belum sepenuhnya memahami manfaat dan risikonya. “Kami berharap gap pengetahuan ini bisa terus dikurangi. Upaya ini sejalan dengan target RPJPN 2025–2045 dan RPJMN 2025–2029 untuk memperdalam intermediasi sektor keuangan,” katanya Sabtu (18/10).
Dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJPN 2025–2045, pemerintah menargetkan rasio aset asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) naik dari 9% pada 2023 menjadi 9,1% pada 2025, 10,5% pada 2029, dan mencapai 20% pada 2045.
“Pemerintah menargetkan rasio aset asuransi terhadap PDB naik 20%. Jadi harus ada inovasi pengembangan baru. Harapannya industri asuransi bisa berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia,” terangnya.
Per September 2025, industri asuransi mencatat total aset sebesar Rp1.169,64 triliun, tumbuh 3,30% (yoy). Aset asuransi komersial mencapai Rp948,4 triliun atau naik 3,99% (yoy), dengan pendapatan premi Januari–Juli 2025 sebesar Rp194,55 triliun (naik 0,77% yoy).
Premi asuransi jiwa tercatat Rp103,42 triliun (terkontraksi 0,84% yoy), sementara premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 2,67% yoy menjadi Rp91,13 triliun. Dari sisi permodalan, tingkat Risk Based Capital (RBC) masih jauh di atas ketentuan minimum 120%, yakni 471,23% untuk asuransi jiwa dan 312,08% untuk asuransi umum dan reasuransi.
Sektor asuransi syariah juga menunjukkan tren positif. Hingga Juli 2025, total aset mencapai Rp47,94 triliun (tumbuh 5,58% yoy) dengan kontribusi Rp15,56 triliun (naik 5,41% yoy). Nilai investasi meningkat 5,22% yoy, sementara total klaim tercatat Rp3,79 triliun, naik tipis 2,16% yoy.
OJK juga menyiapkan opsi konsolidasi bagi perusahaan asuransi umum yang belum dapat memenuhi ekuitas minimum Rp250 miliar pada akhir 2026, sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi.
Ogi menjelaskan, perusahaan yang belum memenuhi ketentuan tersebut dapat bergabung melalui pola Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi (KUPA), mirip dengan skema Kelompok Usaha Bank (KUB) di sektor perbankan. “Selain merger, ada opsi transfer portofolio ke perusahaan lain atau tambahan modal dengan tidak membagikan dividen,” tambahnya.
Untuk tahap pertama, ekuitas minimum ditetapkan Rp250 miliar bagi asuransi umum konvensional dan Rp100 miliar untuk asuransi syariah, dengan batas waktu hingga 31 Desember 2026.
Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Yulius Bhayangkara menilai, peningkatan pemahaman publik terhadap asuransi masih menjadi tantangan besar. “Literasi asuransi bukan hanya mengenalkan produk, tetapi juga memberi pemahaman tentang pentingnya perlindungan keuangan,” ujarnya.
Menurut Yulius, semakin banyak masyarakat memahami manfaat asuransi, kepercayaan terhadap industri pun akan tumbuh mendorong lebih banyak keluarga dan pelaku usaha terlindungi dari risiko di masa depan.