
Pendapatan dari sektor parwisata telah memberikan pemasukan yang signifikan bagi kota Bandung. Untuk itu, Pemkot Bandung terus mendorong tumbuhnya investasi dwngan cara mwmberik insentif berupa kemudahan dalam memperoleh perizinan. "Bandung memberikan kontribusi berasal dari perhotelan, tempat hiburan dan cafe menyumbangkan 30,31 persen atau Rp659.226.500.992 dari total pendapatan pajak daerah Rp 2.174.863.780.863," kata Kadis Budpar Kota Bandung Kenny Dewi Kaniasari saat diskusi di STP NHI Bandung, Rabu (10/10).
Diskusi bertajuk Road to Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2019 – Prospek dan Tantangan Pariwisata 2019" yang mengangkat tema Deregulasi di Era Cyber Tourism dihelat Forum Wartawan Pariwisata (Forwapar) menghadirkan pembicara Staf Ahli Menpar Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata Prof. I Gde Pitana, Akademisi LSPR Rizka Septiana, dan Kapuskom Publik Kemenpar Guntur Sakti.
Menurut Dewi, nilai total investasi di sektor pariwisata tahun 2017 sebesar Rp276.306.114.860 mengalami peningkatan dari 2013 hingga 2018 dimana penginapan 7,54 persen, restoran 13,08 persen, jumlah kenaikan tempat hiburan 17,29 persen, 101,89 persen kenaikan biro perjalanan wisata dan 152,08 persen kenaikan jumlah jasa usaha MICE.
Sementara itu, jumlah kunjungan wisatawan tahun 2015 lalu sebanayak 6 juta orang, kemudian tahun 2016 sebanyak 6,8 juta orang, tahun sebanyak 6,9 juta orang. "Tahun depan target kita sebanyak 8 juta wisatawan. Rata-rata peningkatan jumlah wisatawan 19,95 persen pertahunnya," kata Dewi.
Dewi mengatakan, investasi pariwisata masih sedikit dan ini menjadi peluang dan bisa digali buat meningkatkan pariwisata di Bandung. Di tahun 2017 dimana 73,43 indeks kebahagiaan, 7,78 pertumbuhan ekonomi dan 80,13 pembangunan manusia tertinggi sejak Jawa barat. Saat ini, terdapat sejumlah destinasi, antara lain cagar budaya yang dikunjungi 1,701 orang atau pertumbuhannya rata-rata 19,95 persen, sebanyak 2,635 oeang mengunjungi objek kebudayaan, sebanyak 625 oraang mengunjungi lingkung seni, dan terdaoat 600 lebih komunitas kreatif.
Berdasarkan Perda 01/2013, kata Dewi, Pemkot Bandung menetapkan enam kawasan strategis yakni Bandung Utara di Dago Utara berupa kawasan ekowisata, Ganesha – gedung sate (kawasan pariwisata pendidikan dan sejarah), jalan Riau (kuliner dan belanja) lalu ada pula alun-alun (kawasan pariwisata warisan budaya) dan kawasan pariwisata budaya tradisional (Ujungberung) serta kawasan pariwisata konvensi dan olahraga (Gedebage) selain itu terdapat 15 kawasan yang ditetapkan menjadi rencana kawasan pengembangan pariwisata daerah.
Ia mengaku, Bandung dikenal macet dan dirasakan oleh wisatawan. Menurut Dewi, tidak adanya kantong parkir di Bandung, di setiap objek wisata yang sudah diresmikan, tidak ada tempat parkir maka kemacetan terjadi di Bandung. Apalagi rata-rata perhari 75 ribu kendaraan masuk melalui GT Pasteur ditambah 1 juta kendaraan yang berada di kota Bandung.
Kondisi terssbut diperparah dengan kondisi jalan yang yidak bertambah. Panjang jalan di Kota Bandung 32.054 KM dengan jumlah penduduk 2,4 juta. Selain itu, Transportasi massal juga belum terintegrasi dan pihaknya akan menawarkan investor untuk memberikan transportasi massal serta akan ada train dalam kota sehingga menjadi daya tarik baru di Kota Bandung.
Ke depan, kata Dewi, rencana adanya pengembangan dalam dua bulan ke depan yakni prototipe akan ada wisata halal dan distrik wisata yakni budaya dan kreatif. Di mana kecamatan Sumur Bandung atau tepatnya di Braga karena sudah menjadi branding, di sana akan dilakukan pemberdayaan masyarakat sehingga menjadi base community.
Kemudian untuk MICE jumlah penyelenggaraan MICE di kota Bandung bertambah 152,08 persen dalam kurun waktu dua tahun terakhir. "Untuk alam kita punya di Bandung Barat," katanya. (son)