Kebijakan Gubernur Bali membentuk Dinas Pemajuan Masyarakat Adat yang
berimplemtasi kepada penguatan desa adat mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan.
Bendesa Adat Denpasar A. A. Ngurah Rai Sudarma di Denpasar, Jumat (3/1) mengungkapkan, kebijakan ini dinilai sebagai langkah yang positif dalam upaya penguatan peran desa adat. Kebijakan ini juga disebut sebagai langkah positif dalam mewujudkan berdikarinya desa adat. Hanya saja, perlu diantisipasi kebijakan ini agar tidak tumpah tindih dengan peraturan hukum nasional yang ada.
Dikatakan, regulasi ini penting menjadi pedoman bagi desa adat agar bisa sejalan dengan hukum nasional lainnya. Karena itu, Majelis Desa Adat perlu melakukan koordinasi agar regulasi yang ada bisa pararel dengan peraturan hukum lainnya.
Selain itu, adanya kebijakan memberikan kewenangan desa adat melakukan pungutan diharapkan tidak diskriminatif. Harus sesuai dengan desamawacara. Karena di dalam desa adat tersebut terdapat krama adat, krama tamiu, serta tamiu.
Semua harus berada dalam bingkai NKRI. Tidak boleh satu sama lain melakukan tindakan sewenang-wenenang. Karena itu, diperlukan sebuah regulasi yang jelas dan kuat, bukan hanya sebatas prarem.
Mengingat, dalam satu desa adat bisa terdiri dari banyak banjar adat. Seperti di Denpasar ini ada 105 banjar adat yang memiliki karakteristik masing-masing. “Saya pribadi sangat mendukung kebijakan ini, namun harus dilengkapi dengan regulasi agar tidak tumpang tindih,” ujarnya. (kmb)