JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Meski ditolak DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap memutuskan melarang eks narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). Aturan itu akan diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif. “Soal aturan mantan napi koruptor itu kita tetap. Iya tetap, untuk tidak memperbolehkan,” tegas Anggota KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/5).
Pramono menjelaskan keputusan tersebut dalam rapat pleno KPU, Selasa (22/5) malam, usai mengadakan raat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR. Pada RDP antara Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu, dan Kemendagri, menyimpulkan mantan narapidana koruptor tetap diperbolehkan menjadi caleg pada Pemilu 2019.
Soal sikap KPU yang tidak mengindahkan rekomendasi DPR tersebut, Pramono mengungkapkan pertimbangan KPU bertujuan agar masyarakat memiliki wakil yang rekam jejaknya bersih. “Nah, itu harus dimulai dari rekrutmen calon legislatif, itu pintu masuk yang sangat penting,” sebut Pramono.
Ia juga menegaskan KPU tidak akan gentar apabila ada pihak yang mengajukan uji materi atau judicial review (JR) terhadap larangan tersebut ke Mahkamah Agung (MA). KPU siap menghadapi dengan menyiapkan argumen.
“Kalau uji materi itu kan belum tentu juga dikabulkan. Maka kita terus dorong yang pemberantasan antikorupsi. Kita bisa adu argumen di forum JR di MA. Kita akan hadapi di sana,” tegasnya.
Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mempersilahkan apabila KPU tetap merumuskan larangan mantan napi korupsi menjadi caleg dalam PKPU. Namun, dia mengingatkan KPU harus siap menghadapi gugatan.
Politisi Partai Golkar ini mengatakan pasti akan ada pihak yang menggugat PKPU ke MA jika KPU tetap bersikukuh memuat larangan itu. “Kan pasti ada yang menggugat (PKPU). Itu saja,” tegas Zainudin.
Zainudin menjelaskan pertimbangan DPR menolak larangan tersebut karena aturan yang dibuat KPU tersebut bertentangan peraturan di atasnya yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Semua kita antikorupsi. Tetapi kita tidak mau melanggar UU. Tidak boleh juga karena kita kemudian anti korupsi kemudian hal yang tidak diatur dalam UU mau kita buat-buat. Enggak boleh,” ujarnya. (har)