JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaga antikorupsi tersebut akan mengumumkan beberapa kepala daerah yang maju sebagai petahana pilkada terlibat dalam kasus korupsi pekan ini. Namun, dia belum mau mengungkapkan siapa dan dari provinsi mana kepala daerah tersebut. “Beberapa orang yang akan ditersangka kan itu InsyaAllah minggu ini kita umumkan,” kata Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (12/3).
Penegasan tersebut mengonfirmasi pertanyaan anggota DPR tentang 90 persen kepala daerah yang terindikasi menjadi tersangka. Banyak hal ditanyakan anggota DPR dalam pertemuan tersebut. Pertemuan dengar pendapat dilakukan bersamaan dengan penyerahan laporan keuangan sejumlah instansi, antara lain DPR, Kepolisian, serta Kantor Staf Presiden. Sejumlah pejabat negara yang hadir antara lain Ketua DPR Bambang Soesatyo didampingi sejumlah anggota DPR RI, Kabareskrim Komjen Ari Dono dan Kepala Staf Presiden Moeldoko.
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menambahkan, rencana pengumuman tersebut atas permintaan dewan untuk menjawab keresahan publik agar jangan sampai kepala daerah yang sudah terlanjur terpilih dalam pilkada, tetapi ditetapkan menjadi tersangka.
Apabila KPK segera mengumumkan para calon kepala daerah yang menjadi tersangka, menurutnya akan lebih baik, agar masyarakat objektif memilih kepala daerahnya. “Tiba-tiba Ketua KPK akan mengumumkan minggu depan yang menjadi tersangka. Masyarakat pun akan lebih objektif lagi dan terinformasikan dengan baik sebelum melakukan pemilihan di bilik suara. Inilah yang kita katakan komunikasi efektif,” kata politisi dari PDI Perjuangan ini.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengakui kanal-kanal yang rawan terjadinya praktik koruptif seperti ajang pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung perlu diantisipasi dan dicegah. Sebab untuk menjadi kepala daerah, dibutuhkan ongkos politik sangat mahal. “Disinilah celah korupsi sangat terbuka terjadi,” kata Bambang Soesatyo.
Akibatnya pesta demokrasi di daerah yang mestinya disambut riang gembira ujungnya berakhir duka. Banyak petahana dan calon kepala daerah lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, karena melakukan tindak pidana korupsi. Begitu juga kepala daerah yang sedang menjabat banyak yang ditetapkan tersangka karena mengkorupsi dana APBD.
“Tidak ada yang bisa diharapkan dari seorang kepala daerah dengan biaya puluhan bahkan ratusan milyar itu bisa bekerja dengan baik untuk rakyat. Ini masukan bagi KPK. Dan kita harus pikirkan sebagai anak bangsa yang punya tanggung jawab bersama, bagaimana kita mencegah bahkan menghentikan praktik-praktik transaksional ini,” kata Bambang Soesatyo dihadapan pimpinan KPK dan pimpinan lembaga negara lainnya.
Untuk itu, DPR mengajak KPK melakukan kajian mendalam soal korupsi para kepala daerah. Sebab apabila DPR yang melakukan kajian itu tentu kurang direspon positif publik. Sementara bila KPK langsung yang menyampaikan hasil kajian tentang korupsi di daerah, pasti didengar dan direspon positif publik. “Kajian itu menghendaki agar pilkada diserahkan saja ke DPRD setempat dan tidak lagi digelar secara langsung. Pilkada langsung punya implikasi buruk bagi masa depan bangsa kita,” tegasnya.
Sikap dewan dalam hal ini, berpegang pada sila keempat Pancasila yang mengamanatkan agar pemilihan kepala daerah diserahkan kepada sistem perwakilan. Dengan pemilihan tak langsung ini, dewan meyakini korupsi di daerah bisa dicegah dan berkurang drastis. “Keputusan pilkada tidak langsung sudah kita putuskan jelang berakhirnya kepemimpinan Pak SBY. DPR sudah ketuk palu. Lalu, pemerintah membatalkan melalui Perppu. Akhirnya dikembalikan ke pemilihan langsung,” imbuh Bamsoet, panggilannya.
Menurutnya, mengembalikan pilkada ke sistem perwakilan oleh DPRD bukanlah kemunduran demokrasi. Sayangnya, usulan ini kerap justru dijadikan sebagai sarana menyerang DPR. “Ini semangatnya untuk memerangi korupsi. Pilkada langsung dinilai lebih bnayak mudaratnya daripada manfaatnya,” tegasnya. (har)