Bisnisjakarta.co.id – Debat antar pasangan calon yang berkontestasi di Pilkada merupakan salah satu agenda dari yang diselenggarakan KPU daerah.
Saat tulisan ini dimuat kabupaten/kota di Bandung Raya telah menyelesaikan proses debat yakni Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung.
Meski telah berlangsung dengan lancar, pelaksanaan debat pilkada mengundang kritik dari pengamat.
Arlan Siddha, pengamat politik dari Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani), menyampaikan kritik terkait jadwal dan efektivitas debat Pilkada di Jawa Barat yang dinilainya belum optimal.
Menurut Arlan, waktu tayang debat di beberapa wilayah, seperti Kabupaten Bandung Barat dan Kota Bandung, berada pada jam yang kurang tepat, yakni siang hari dan terlalu malam,
Seperti diketahui debat untuk Pemilihan Bupati Bandung Barat dilaksanakan pada Selasa, 29 Oktober 2024 pukul 13.30 WIB dan debat Walikota Bandung pada Rabu, 30 Oktober 2024 pk 21.00 WIB.
Arlan menjelaskan bahwa jadwal debat yang terlalu siang mempersulit masyarakat yang bekerja untuk mengikuti jalannya debat.
Memang masyarakat bisa menontonnya kembali melalui platform digital seperti YouTube, tetapi mereka berisiko sudah dipengaruhi oleh opini penonton yang menonton lebih dulu.
“Meskipun bisa ditonton ulang di YouTube, persoalannya adalah debat ini sebaiknya dapat ditonton secara langsung agar bisa dinilai langsung oleh masyarakat,” ujarnya dikutip dari Bisnis Bandung.
“Debat yang disiarkan secara langsung memungkinkan masyarakat mendapatkan informasi tanpa dipengaruhi opini orang lain yang sudah menonton sebelumnya,” sambungnya.
Dalam pandangan Arlan, penyelenggara sebaiknya mempertimbangkan waktu tayang yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat untuk memaksimalkan partisipasi publik.
Selain soal jadwal, Arlan juga menyoroti pentingnya konsep debat yang kuat agar tidak terkesan sebagai formalitas semata.
“Kalau debat ini diselenggarakan tanpa konsep yang memperhatikan waktu yang tepat atau tanpa sasaran audiens yang jelas, masyarakat bisa saja beranggapan bahwa penyelenggara hanya melaksanakan debat ini sebagai kewajiban atau formalitas semata,” jelasnya.
Dalam pandangannya, debat Pilkada seharusnya menjadi sarana edukasi bagi masyarakat untuk memahami visi dan misi para pasangan calon, bukan hanya sebagai kewajiban penyelenggara.
Arlan menyarankan agar debat dapat menarik minat penonton dengan menghadirkan tema yang relevan dan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
Arlan mengusulkan keterlibatan langsung masyarakat dalam menyusun tema dan pertanyaan debat melalui KPU.
Pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat yang dikurasi dengan baik, menurutnya, dapat membuat debat lebih hidup dan relevan, dibandingkan hanya menampilkan pertanyaan ilmiah yang kerap jauh dari kondisi nyata warga di daerah tersebut.
Secara keseluruhan, Arlan Siddha menganggap bahwa efektivitas debat Pilkada harus lebih diprioritaskan daripada sekadar formalitas.
Arlan Siddha menegaskan debat yang berkualitas dengan konsep yang matang akan membantu masyarakat menilai calon pemimpin dengan lebih objektif, menjadikan debat sebagai sarana edukasi yang efektif dan bukan hanya sebagai agenda pemenuhan syarat administratif.***