
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memastikan keseriusannya menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Bali di tahun ini. Untuk itu, DPR akan menggunakan model pembahasan komulatif terbuka sehingga pembahasannya tidak terikat pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
"Kalau kita putuskan ini bisa masuk dalam Prolegnas dan masuk dalam Daftar Komulatif terbuka, tidak masalah. Tetapi kalaupun tidak InsyaAllah saya sampaikan kepada Bapak Ibu sekalian bahwa di Baleg sudah berkomitmen untuk menyelesaikannya," ucap Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas di Ruang Baleg, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (7/2).
Penegasan disampaikan Supratman saat menerima Naskah Akademik dan draf RUU Provinsi Bali yang diserahkan Gubernur Bali Wayan Koster.
Seluruh pemangku kepentingan dan komponen masyarakat Bali hadir mendampingi Gubernur antara lain Bupati Tabanan, Buoati dan Wakil Buati Buleleng, Wakil Walikota Denpasar, Wakil Bupati Jembarana, Bupati dan Wakil Buopati Karangasem, Wakil Buoati Badung, Ketua DPRD kabupaten/kota se Bali, Forum Komunikasi Umat Beragama se Provinsi Bali merangkap Ketua PHDI Bali, Ketua Ormas Agama se Bali, Bendesa Agung Bali, Ketua PHRI Bali, Ketua Kadin Bali, Rektor Perguruan Tinggi se Bali, Ketua DPRD Bali, tokoh masyarakat dan pimpinan media massa.
Supratman menjelaskan ada perbedaan model pembahasan RUU saat ini dengan dulu. "Kalau dulu, kita hanya bisa mengubah prolegnas sekali dalam setahun. Tapi kalau sekarang kita bisa ubah prolegnas setiap saat," sebut yang juga Politisi Partai Gerindra ini.
Berkaitan dengan itu, Supratman mengatakan Baleg DPR telah mengagendakan melakukan kunjungan kerja ke Bali pada 17 Februari mendatang ke Universitas Udayana. "Kunjungan ke Provinsi Bali lokasinya ke Universitas Udayana. Pilihan knjungan ke kampus, karena selama ini penolakan RUU banyak datang dari kalangan kampus.
Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo mengakui model pembahasan yang dapat dilakukan untuk RUU Provinsi Bali adalah menggunakan kategori komulatif terbuka. "Dalam rapat komisi II untuk RUU Provinsi Bali bisa disegerakan dengan menggunakan kategori komulatif terbuka yaitu RUU yang bisa dibahas sewaktu-waktu bisa diselesaikan tanpa harus termaktub dalam Prolegnas tahunan," ucap Arif Wibowo.
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, RUU Provinsi Bali sebenarnya bagi Komisi II DPR menjadi RUU prioritas tahunan 2020, tetapi karena banyaknya usulan RUU dan ada amanat keputusan Paripurna DPR bahwa tiap komisi dan alat kelengkapan DPR (AKD) hanya boleh mengajukan dua RUU dan penuntasan RUU carry over (RUU yang pembahasan dan pengesahannya tertunda di periode anggota DPR lalu) maka Komisi II hanya mengajukan RUU revisi UU Pemilu dan RUU Pertanahan.
Namun, di internal Komisi II juga terdapat kesimpulan rapat pleno agar menginventarisir seluruh daerah yang dasar pembentukannya secara konstitusi belum menggunakan UUD 1945 yang saat ini berlaku. "Ada 9 (sembilan) provinsi dan 40 kabupaten/kota termasuk Bali yang pembentukannya masih menggunakan UUD Sementara Tahun 1950 dan bentuk negaranya masih berbentuk federal termasuk Provinsi Bali," ungkap Arif.
Oleh karena itu, merujuk pada amanat Pasal 18 ayat 1 UUD 1945, Komisi II merasa perlu menyegerakan penyelesaian daerah-daerah itu untuk segera memiliki UUD tersendiri seperti RUU Provinsi Bali.
Dengan demikian, meskipun RUU Provinsi Bali hanya masuk dalam prolegnas lima tahunan dan tidak masuk dalam RUU prioritas pembahasan Prolegnas 2020,
tetapi Komisi II mengupakan pembahasannya bisa dilakukan pada tahun 2020 ini. "Artinya, misalnya apabila RUU porioitas Komisi II yaitu RUU tentang Pemilu dan RUU Pertahanan yang pembahasannya kurang delapan subtansi lagi, bisa diselesaikan di tahun ini maka RUU Provinsi Bali bisa segera diajukan pembahasannya," ujarnya. (har)