
Penegasan disampaikan Bonggas dalam diskusi buku ‘Winning Strategy: Strategi Jitu Pemenangan Legislatif'. Hadir pembicara anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Andreas Hugo Parera, Dikretur Eksekutif Indikator Politik Burhan Muhtadi, dan Direktur Eksekutif Carta Politika Yunarto Wijaya.
Padahal kata Bonggas, masalah caleg ini jauh lebih ketat kontestasinya antara partai dan di internal partai. Hal itu bisa dibayangkan jika dulu hanya 10 parpol dan kini 16 parpol, tentu pertarungannya akan jauh lebih ketat. Namun, masyarakat lebih senang memperbincangkan pilpres.
Pada pemilu ini terdapat 20.392 orang untuk (DPR, DPRD I, DPRD II, dan DPD RI) yang diprebutkan oleh sekitar 200 ribu caleg. Seperti pada pemilu sebelumnya, mereka yang gagal banyak yang stress, sakit jiwa, dan keluarganya berantakan.
Bonggas menilai fakta politik tersebut salah satunya akibat pileg dan pilpres menjadi satu. Sehingga isu-isu politik terkait caleg seperti caleg napi koruptor tenggelam dengan pilpres. "Ini berbahaya, karena parliamen threshold (PT) 4 % akan sulit dicapai parpol. Bahkan di berbagai survei akan ada 4 parpol yang keluar dari Senayan. Belum lagi parpol baru yang hampir tak ada yang lolos ke DPR RI," imbuhnya.
Selanjutnya menurut Bonggas, ada kecenderungan caleg yang maju asal-asalan; tanpa strategi, tanpa target, dan persiapan lainnya. Termasuk persiapan jika sukses ke Senayan dan sebaliknya jika gagal ke Senayan. "Semua harus dipersiapkan. Ketika sukses, apa yang harus dilakukan sebagai wakil rakyat sekaligus staf ahlinya dan lainnya. Juga sebaliknya jika gagal bagaimana kesiapan keluarganya?. Maka semuanya perlu persiapan,” tandasnya. (har)