
Pembahasan mengenai persoalan itu dilakukan berkaitan dengan pernyataan Calon presiden (Capres) nomor urut 01 Joko Widodo kepada Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto tentang status kepemilikan aset pribadi berupa lahan perusahaan Prabowo di Kalimantan dan Aceh saat debat kedua Pilpres pada 17 Februari lalu. Dalam debat kedua itu Prabowo sendiri telah memberi klarifikasi langsung kepada Jokowi bahwa lahan yang berasa dalam penguasaan perusahaannya itu berstatus hak guna bangunan (HGB) bukan milik pribadinya.
Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagdja mengatakan Bawaslu sedang mengkaji apakah pernyataan Jokowi mengenai status aset lahan perusahaan Prabowo itu, masuk kategori sekedar informasi publik atau masuk kategori serangan politik karena sudah masuk pada ranah personal paslon.
Penegasan tentang batasan aturan ini menurut Rahmat penting untuk mendefinisikan ada atau tidaknya pelanggaran etika maupun pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan salah satu paslon di dalam debat. "Kami lagi mengkaji masalah personal ini, apakah ini memang personal, apakah akses itu informasi yang bisa diakses oleh publik. Ini perlu kita juga bicarakan ke depan dan juga didiskusikan di Bawaslu, untuk menentukannya ada atau tidaknya pelanggaran-pelanggaran pidana atau tidak," ujar Rahmat Bagdja dalam diskusi 'Batasan Norma dalam Debat Capres' di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/2).
Hadir pembicara lainnya Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi merangkap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dan Influencer Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin merangkap Ketua DPP PDI Perjuangan, Maruarar Sirait.
Lebih jauh, Rahmat menjelaskan dalam tata tertib yang dibuat KPU tidak dijelaskan mengenai personal itu seperti apa. "Kami juga sudah menanyakan kepada KPU personalnya seperti apa? Memang diatur tidak boleh menyinggung masalah personal antara pasangan 01 dan 02. Itu yang akan kita bicarakan dengan teman-teman KPU nanti berdasarkan kajian perkara ini," ujarnya.
Di dalam Peraturan KPU yang mengatur tentang debat pilpres, ia mengakui ada klausul yang menyatakan tidak boleh menyerang pribadi calon. Artinya perlu dijabarkan lagi masalah pribadi itu seperti apa? Dengan demikian, menurut Rahmat perlu klarifikasi lebih jauh lagi mengenai apa yng dimaksudkan dengan definisi pribadi tersebut. "Kalau aset itu telah dibuka apakah itu termasuk pribadi? Ini yang kami juga harus teliti. Jadi untuk persoalan ini kita harus menunggu, meneliti masalah tersebut dan sekaligus juga untuk menanyakan kepada KPU apa yang dimaksud dengan penyerang pribadi itu seperti apa," ucapnya.
Kajian yang sedang dilakukan Bawaslu itu, menurut Rahmat juga sejalan dengan tindaklanjut dari laporan kubu Prabowo Subianto terkait pernyataan Jokowi soal ribuan hektar lahan di Kalimantan dan Aceh yang dikuasai oleh Prabowo. “Bawaslu sendiri membahas, tapi ketika kubu Prabowo melaporkan akhirnya masalah itu dikaji bersama KPU dan nantinya akan diumumkan oleh KPU. Apakah pernyataan Pak Jokowi itu masuk ranah publik, serangan pribadi dan atau bukan?” tegas Rahmat.
Hal lain mengenai evaluasi debat pilpres untuk perbaikan debat berikutnya adalah pengurangan jumlah pendukung dan larangan membawa alat peraga kampanye (APK) ke ruang debat. "Itu yang sudah disepakati bersama. Sedangkan soal pernyatan Pak Jokowi terkait lahan Prabowo masih dikaji," kata Rahmat Bagdja.
Ketua DPP PDIP Marurar Sirait menilai apa yang disampaikan Jokowi di debat capres tersebut bukan serangan pribadi, karena penguasaan, pengelolaan dan atau kepemilikan lahan itu sudah masuk ke ranah publik. "Tapi, agar lebih fair dan adil kita serahkan masalah itu ke Bawaslu dan KPU selaku penyelenggara pemilu. Silakan Bawaslu dan KPU yang putuskan,” kata Maruarar yang juga anggota Komisi XI DPR.
Sementara itu Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandi, Fadli Zon menyebut pernyataan Jokowi merupakan serangan pribadi, melanggar etika, dan norma. "Yang namanya debat itu harus bicara substansi. Karenanya ke depan, formatnya harus diubah. Capres sampaikan visi misi dulu baru ditanyakan. Sehingga tahu mana yang punya visi, manager, tukang dan lain-lain," tegas Fadli Zon yang juga Wakil Ketua DPR RI. (har)