
Salah satu agenda prioritas MPR periode 2019-2024 adalah melakukan amandemen untuk kelima kalinya. Hal ini sesuai dengan rekomendasi MPR periode 2014 – 2019. Diantaranya rekomendasi utamanya adalah menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menegaskan agenda amandemen harus sesuai dengan amanat rekomendasi MPR sebelumnya dan tidak perlu membahas pada persoalan lain seperti keinginan sejumlah pihak mengubah mekanisme pemilihan jabatan presiden dan wakil presiden.
Rakyat harus tetap memilih langsung pasangan calon presiden-wakil presiden di kotak suara. "Menghadirkan haluan negara, menurut pandangan politik PDIP, tidak harus menjadikan presiden dipilih lagi oleh MPR," tegas Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10).
Selain itu, menurutnya haluan negara yang akan dihidupkan kembali hanya bertujuan untuk menghadirkan kembali konsep GBHN. "Hadirnya haluan negara tidak berarti membuat presiden dapat di-impeach ketika tidak menjalankan haluan negara ini, karena kedua pasal itu tidak kami sentuh. Itu sikap resmi PDIP," tegas Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan ini.
Basarah mengatakan rekomendasi MPR sebelumnya akan dikaji lebih lanjut oleh Badan Pengkajian MPR. Hasilnya akan digunakan sebagai pertimbangan para pimpinan dan seluruh anggota MPR untuk memutuskan bagaimana dan seperti apa GBHN yang baru nanti.
Basarah menjamin pembahasan amendemen terbatas UUD 1945 akan dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat. Semua saran akan ditampung. Kemudian, MPR akan berdiskusi untuk mencari titik temu dari semua saran yang masuk. "Berbeda pendapat itu kan sah dalam demokrasi, tapi pada akhirnya nanti yang akan mengambil kesimpulan sesuai wewenang konstitusionalnya apakah perlu dilakukan amandemen terbatas itu adalah MPR," ucapnya.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memastikan amandemen UUD 1945 meski terbatas tidak akan diputuskan dalam waktu dekat ini. Kemungkinan di tahun 2021. "MPR harus mengkaji dulu, misalnya mana yang dibutuhkan untuk bangsa ini. Sehingga MPR tak akan memutuskan secara terburu-buru. Mungkin tahun 2021," ujarnya.
Hingga saat ini seluruh partai dan fraksi MPR RI masih harus menyerap aspirasi masyarakat, agar tidak menimbulkan pro dan kontra untuk menghindari kegaduhan politik yang tidak perlu. "Jadi, MPR RI harus mendengar seluruh masukan masyarakat dan berbagai pihak pemangku kepentingan bangsa dan negara ini sebelum amandemen uud 1945 itu dilakukan," kata Bamsoet.
Sejauh ini sudah ada beberapa usulan poin yang perlu direvisi dari masukan yang diberikan partai-partai politik. Misalnya, Partai NasDem yang menilai perlu ada pembahasan tentang masa jabatan presiden.
Namun, PKB, PAN, PDIP dan Gerindra tidak sepakat dengan usulan NasDem tersebut. Mayoritas fraksi di MPR berpendapat amendemen UUD 1945 tidak perlu melebar dari rekomendasi MPR periode 2014-2019, yakni hanya menghidupkan kembali GBHN di masa kini. (har)