
Pemilu 2019 yang diselenggarakan secara serentak untuk pertama kalinya diyakini memiliki daya tarik dan semangat di masyarakat untuk benar-benar menggunakan hak pilihnya pada 17 April 2019 nanti. Kelebihan dari daya tarik pemilu serentak itulah yang membuat angka golongan putih (golput) alias mereka yang tidak menggunakan hak pilih menurun dibanding pemilu sebelumnya. Penilaian disampaikan Anggota MPR dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria dalam diskusi 'Potensi Golput di Pemilu 2019' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/2).
Menurut Riza, semua Tim Sukses, caleg, akan menggiring konstituen dan kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu. Media sosial juga banyak berpengaruh. "Saya kira masyarakat semakin peduli pada demokrasi. Karena itu saya menduga Golput tidak akan besar malah bisa turun karena Pileg dan Pilpres dilakukan serentak," ujarnya.
Selain itu, kelompok masyarakat semakin kritis dan peduli pada politik. Contohnya emak-emak, milenial, kalangan akademisi, serta kalangan agama. "Emak-emak lebih militan, solid dan jujur," imbuhnya.
Belum lagi kelompok milenial atau kelompok pemilih pemula yang jumlahnya 35 – 40% dari jumlah pemilih juga mulai melek politik. Pemilih pemula yang sebelumnya tidak mengerti dan tidak tahu politik akhirnya menjadi melek dan peduli politik.
Riza memperkirakan kalangan akademisi seperti dosen, pengurus kampus dan yayasan yang selama ini peduli pada pendidikan, riset, akan aktif dalam pemilu. Ini dapat dilihat dari deklarasi-deklarasi perguruan tinggi untuk memberi dukungan pada calon presiden. Ulama, santri, ustad, habib, pendeta dan sebagainya juga peduli dengan politik. "Mereka mulai menyadari pentingnya politik. Dari kelompok masyarakat itu, saya meyakini angka Golput akan menurun," kata Riza Patria merangkap Wakil Ketua Komisi II DPR RI.
Senada, Anggota Komisi II DPR Ahmad Baidhowi berpendapat angka Golput dalam Pemilu 2019 tidak besar karena pemilu dilakukan serentak. "Kita yakin ada penurunan angka Golput. Dengan pemilu serentak ini maka semua elemen ikut bergerak," kata politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Untuk mengurangi angka Golput, ia menekankan pentingnya sosialisasi tentang pemilu 2019 kepada masyarakat. Baidhowi mengaku masih ada masyarakat terutama di daerah yang sulit terjangkau belum mengetahui pemilu dilakukan secara serentak. Peran media massa juga penting untuk menginformasikan berita pemilu serentak yang baru pertamakali diadakan di Indonesia.
Pakar Komunikasi Politik Umaimah Wahid melihat masih terbuka peluang Golput dalam Pemilu 2019. Berdasarkan hasil survei sekitar 20 – 30% pemilih yang Golput. "Karena itu, Golput pada Pemilu 2019 ini diperkirakan naik dibanding Golput pada Pemilu 2014. Tapi masih ada waktu sekitar dua bulan untuk mengurangi Golput," katanya.
Menurut Umaimah, untuk mengurangi angka Golput, KPU agar lebih gencar untuk melakukan sosialisasi. Partai politik juga punya tanggungjawab untuk melakukan sosialiasi dan meyakinkan masyarakat agar mau memilih. Selain itu para kandidat politik, baik capres, cawapres maupun caleg, memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk ikut Pemilu.
Pemuka masyarakat dan media massa punya tanggungjawab untuk memberikan informasi yang menggugah masyarakat untuk berpartisipasi secara maksimal dalam Pemilu 2019. "Tanpa partisipasi bisa mengurangi legitimasi Pemilu. Ini tanggungjawab kita semua untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pemilu," terangnya.
Kalau tidak, maka sangat disayangkan dana yang dihabiskan cukup besar Rp 24,9 triliun tidak digunakan maksimal. Sosialisasi harus maksimal dilakukan kepada masyarakat dan memberikan kepercayaan bahwa pemilu menentukan pemimpin dan perwakilan di lembaga legislatif. "Pemilu ini penting untuk melahirkan kebijakan yang lebih baik di masa depan," tegasnya. (har)