Aspirasi Umat Mandek, Peran Wakil Rakyat Hindu di Pusat Dipertanyakan

JAKARTA (Bisnisjakarta)-
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI melakukan safari amandemen terkait pembahasan wacana amandemen UUD 1945 ke kantor Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat di Jalan Anggrek Nelly Murni, Jakarta Barat, Selasa (10/12).
Pertemuan untuk mendapat masukan dari umat Hindu mengenai perlu tidaknya mengubah konstitusi untuk mengakomodir dihidupkannya kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Selain itu juga, apabila setuju amandemen maka bagian-bagian atau apa saja yang perlu dimasukan oleh umat Hindu terkait haluan negara ke depan.
"Mengapa butuh GBHN? Karena diamika politik sekarang ini otonomi daerah di tingkat II, gubernur dan presiden punya visi sendiri-sendiri. Tidak terintegrasi, tidak terukur maka kami butuh masukan berkaitan dengan haluan negara," ucap Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid didampingi Wakil Ketua MPR RI lainnya Arsul Sani.
Sedangkan dari jajaran PHDI Pusat dihadiri Ketua Umum PHDI Pusat Wisnu Bawa Tenaya, Sekretaris Umum I Ketut Parwata, Ketua Umum Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Pusat Rataya Kentjanawati, serta sejumlah pimpinan ormas di bawah PHDI antara lain Pandu Nusa, Asosiasi Dosen Hindu Indonesia, Prajaniti, Puskor Hindunesia, KMHDI dan lainnya.
Namun, dalam rapat yang berkembang, persoalan yang mengemuka justru mengenai mandeknya beragam aspirasi dan kepentingan umat Hindu.
Sekretaris Umum PHDI Pusat I Ketut Parwata mengatakan pada dasarnya PHDI tidak terlalu mempersoalkan keinginan untuk menghidupkan GBHN dalam UUD 1945.
Oleh karena itu, ia lebih menekankan kepada keberpihakan MPR sebagai representasi wakil rakyat dari sisi keadilan dan kesetaraan aspirasi kepentingan antar umat.
Ketut Parwarta mengatakan dari  sisi regulasi misalnya. Ada sejumlah UU yang fokus pada aspirasi satu agama saja, seperti pembahasan RUU Zakat dan RUU Haji dan Umroh.
Ia mencontoh RUU Zakat. Padahal, umat Hindu juga memiliki sejenis itu namanya Dana Punia. Tahun 2020, menurut Ketut Parwata jika RUU Zakat diberlakukan maka tiap aparatur sipil negara (ASN) yang beragama Islam akan dilakukan pemotongan gaji untuk kegiatan pengumpulan zakat.
"Saya bayangkan di Indonesia ada ASN Hindu sebanyak 127.000 orang yang kontribusinya tidak tersalur dan terkumpul karena memang tidak adanya perangkat perundangannya. Ini kan dana besar," ujarnya.
Jika ada peluang, Ketut Parwata berharap RUU Zakat bisa diubah menjadi lebih umum sehingga bisa diberlakukan bagi semua agama di Indonesia. Atau kalaupun tidak bisa, ia berharap MPR/DPR bisa menginisiasi dengan membuat RUU tersendiri.
Begitu juga yang berkaitan dengan asas keadilan dan keberpihakan anggaran negara untuk semua agama. Seperti Perpres Nomor 151 tahun 2014 tentang Bantuan Pendanaan bagi Majelis Ulama Indonesia. "Mengapa perpres nomor 151 hanya untuk MUI saja. Padahal kan ada enam agama yang diakui di Indonesia," ujarnya.
Menanggapi minimnya keberpihakan UU dan Anggaran Negara terhadap kepentingan umat Hindu tersebut, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan pada prinsipnya MPR dan DPR membuka ruang sama bagi kemajuan dan pembangunan semua umat agama.
Katakan seperti UU Haji dan Umroh, serta UU Zakat. Menurut Arsul yang juga anggota Komisi III DPR ini, secara prinsip kalau harus mengubah dan merombak kembali untuk mengakomodir aspirasi semua umat, rasanya tidak memungkinkan karena prosesnya sudah berjalan lama. 
"Jadi yang penting ketika ada agama lainnya ingin membuat UU serupa, harus kita buka. Tugas kita di parlemen adalah jangan menghalang-halangi. Karena semua terpulang kembali mau menggunakan hak konstitusionalnya atau tidak," tegasnya.
Arsul pun mengusulkan sebaiknya wakil rakyat beragama Hindu di tingkat pusat terutama mereka yang dari daerah pemilihan Bali untuk bersatu dalam satu wadah untuk menampung keinginan umat Hindu.
"Saya usul anggota DPR dan DPD non muslim yang beragama Hindu kumpul karena ini kan juga punya hak untuk mendapat keadilan dari negara. Saya usul coba bentuk wadah seperti anggota DPR dan DPD dari Papua yang bersatu membentuk Forum Komunikasi. Ini bisa diinisiasi oleh mereka," kata Arsul.
Sementara itu, Ketua Umum PHDI Pusat Wisnu Bawa Tenaya menyambut baik safari amandemen oleh pimpinan MPR. Untuk amandemen UUD 1945 berkaitan dengan GBHN, Wisnu Bawa mengatakan pihaknya masih mengkaji secara mendalam.
'Tentu kita kaji karena banyak organisasi keumatan di internal kita sedang mengkajinya. Sehingga berharap pelan-pelan dapat memberi masukan terbaik," ucap Wisnu Bawa.
Ia berharap MPR dapat menjadi peran sentra dalam upaya menggelorakan Empat Pilar MPR (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945 dan NKRI)  sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar tersebut dapat membumi bagi seluruh rakyat secara keseluruhan.
"Sehingga kerukunan antar agama bisa bettambah baik. Pembangunan juga bisa berjalan lancar," tegas Wisnu Bawa.(har)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button