Bali Tetap Mengusung Pariwisata Budaya

DENPASAR (Bisnisjakarta)-
Pulau Dewata telah disepakati mengusung kepariwisataan budaya Bali. Hal itu bahkan jelas tertuang dalam Perda No.2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali dan Perda No.10 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi Bali. "Kepariwisataan budaya Bali adalah kepariwisataan yang berlandaskan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana sebagai potensi utama,” ujar Anggota Komisi II DPRD Bali, A.A. Ngurah Adhi Ardhana di Denpasar, Senin (11/11).

Belakangan, lanjut Adhi Ardhana, muncul pernyataan Menteri Pariwisata Whisnutama terkait wisata ramah wisatawan muslim. Padahal dalam dunia pariwisata, hal itu hanyalah sebagian ceruk pasar pariwisata yang secara natural sudah dijadikan atensi bagi pelaku bisnis hospitality di Bali. "Jadi, semestinya tidak perlu dijadikan suatu hal yang sampai dijadikan suatu target bagi seorang Menteri Pariwisata. Justru pernyataan ini akan menurunkan nilai-nilai kepariwisataan Bali yang selama ini sudah mendapat apresiasi sebagai destinasi terbaik dunia,” imbuhnya.

Menurut Adhi Ardhana, Bali telah menerima penghargaan dunia sebagai destinasi terbaik dunia. Itu artinya, Bali telah memberikan kenyamanan bagi wisatawan yang datang. Termasuk di dalamnya adalah wisatawan muslim. “Kalau dirasa kurang, data yang mana menyatakan perlunya kenyamanan wisatawan muslim kurang mendapat tempat yang baik di dunia hospitality di Bali? Saya kira Pak Menteri kurang mendapatkan informasi yang cukup terkait hal ini,” jelas Politisi PDIP ini.

Wakil Ketua DPRD Bali, Tjok Gde Asmara Putra Sukawati sepakat Bali bisa dikenal oleh wisatawan dunia lantaran keunikan adat istiadat dan budayanya. Promosi Bali sebagai pariwisata budaya bahkan sudah dilakukan sejak tahun 1930an. Oleh karena itu, ‘label’ yang sudah melekat tersebut tidak perlu diganti atau diperbaharui sebagai wisata ramah wisatawan muslim. Terbukti, Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al-Saud beserta keluarganya yang notabene dari negara muslim pernah datang dan sangat senang berada di Bali. "Sehingga, kalau menurut saya pribadi, Bali tidak perlu diapa-apakan lagi. Artinya, tetap konsepnya pada pariwisata budaya karena wisman yang datang ke Bali melihat sisi budaya Bali yang unik. Kalau keunikannya dihilangkan, kan tidak unik lagi,” ujarnya.

Kalau pemerintah pusat hanya ingin meningkatkan kunjungan wisman ke Bali, lanjut Tjok Asmara, lebih baik meningkatkan upaya promosi. Mengingat selama ini, Bali sudah sangat terbuka dengan semua wisman tanpa memandang religi-nya. Semua jenis makanan juga ada di Bali, termasuk makanan halal. “Kita jangan membesarkan permasalahan. Mari terima Bali apa adanya,” jelas Politisi Demokrat ini.

Disisi lain, pernyataan Menteri Pariwisata juga mendapat tanggapan dari Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. Sebab, pernyataan menteri yang akan menjadikan Bali sebagai pariwisata ramah muslim seakan-akan menunjukkan Bali tidak ramah terhadap wisatawan muslim. Padahal, krama Bali sejak ratusan tahun silam sangat ramah dan toleran terhadap pihak manapun. "Jangankan wisatawan, semeton muslim yang sudah ratusan tahun berinteraksi di Bali pun tidak ada diskriminasi. Toleransi yang sangat indah,” ujar pria yang akrab disapa Cok Ace ini.

Ditegaskan bila  kondisi pariwisata Bali selama ini sudah berjalan dengan baik. Semua wisatawan yang datang juga bisa terlayani dengan baik. Oleh karena itu, pariwisata Bali tidak perlu diganggu gugat lagi. "Reputasi wisata Indonesia bahkan mulai meroket saat Conde Nast Traveller 2019 Timur Tengah memberikan award untuk Bali sebagai Favorite Adventure Destination buat wisatawan asal Timur Tengah periode 2018/2019,” jelasnya. (kmb)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button