Banjir di Badung, 2.056 Kotak Suara Rusak

JAKARTA (Bisnis Jakarta)-
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menilai rusaknya 2.056 kotak suara karton kedap air di Badung, Bali akibat terendam banjir tidak bisa dijadikan tolok ukur mudah rusaknya kotak suara berbahan dasar karton untuk Pemilu 2019 saat digunakan. "Semua orang tidak bisa menghindar dari bencana alam seperti itu. Kotak suara ini disimpan di gudang dan gudang tenggelam karena banjir. Orang tidak bisa menghindar dari itu," sebut Arief Budiman di Kantor KPU Jakarta, Senin (17/12).

Menurutnya, akan berbeda penilaian terhadap  rentannya kotak suara berbahan dasar karton apabila rusak saat digunakan dalam kondisi normal. "Tetapi kalau pas dia dijalankan sebagai kotak suara, misal membawa logistik kemudian mendistribusikan logistik ke TPS, ternyata ketika dipakai untuk membawa logistik ke TPS dia jebol. Ya itu kalau begitu, orang boleh dan patut khawatir soal kotak suara ini," imbuhnya.

Ia memastikan kotak suara yang rusak karena terendam banjir akan segera diganti. KPU akan segera memproduksi kembali kotak suara sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. "Terus terang ya saya belum terima reportnya itu. Tapi memang ada gangguan karena ada bencana banjir. Kalau memang rusak sebab banjir, ya… kami ganti. Produksi lagi," ujarnya.

Lebih jauh, Arief menjelaskan kotak suara berbahan dasar karton  kedap air bukan pertama kali digunakan untuk Pemilu Serentak 2019.  Kotak suara berbahan dasar karton, telah digunakan sejak Pilkada 2015, lalu Pilkada 2017, dan terakhir Pilkada 2018. Kotak suara berbahan dasar aluminium mulai ditinggalkan penggunaannya secara bertahap sejak Pemilu 2014.

Anggota Komisi III DPR Ahmad Baidowi mengungkapkan penggunaan kotak suara berbahan karton sudah mendapatkan persetujuan pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan semua fraksi di DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi II DPR, beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan pertimbangan memilih karton sebagai bahan kotyak suara berdasarkan Pasal 341 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menyebut kotak suara harus transparan yakni bisa dilihat dari luar.

Selanjutnya, norma tersebut diturunkan pada Pasal 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2018 yang menyebutkan bahwa kotak suara terbuat dari karton kedap air yang salah satu sisinya transparan.

Diakuinya, dalam RDP antara Komisi II DPR, pemerintah, KPU, dan Bawaslu sempat terjadi perdebatan terkait bahan kotak suara yang memenuhi ketentuan transparan sebagaimana diamanatkan UU itu.

Lalu KPU lalu melakukan simulasi terhadap usulan-usulan yang masuk ketika itu. Opsi pertama yaitu kotak suara berbahan aluminium dengan satu sisi kaca transparan namun memakan biaya yang mahal, rawan pecah, dan pengerjaanya lama sehingga dikhawatirkan tidak selesai tepat waktu. “Sementara, opsi kedua dibuat dengan bahan karton kedap air dengan salah satu sisi transparan dinilai lebih murah, dan pengerjaannya bisa tepat waktu serta simpel dalam penyimpanan maupun pendistribusiannya seperti yang diterapkan pada Pemilu 2014 di sebagian TPS (tempat pemungutan suara),” ujar Baidowi.

Pada RDP Komisi II DPR berikutnya, akhirnya diputuskan mengambil opsi kedua, yaitu menggunakan karton kedap air. Alasannya opsi tersebut dinilai lebih efisien, apalagi pada saat bersamaan biaya pemilu membengkak disebakan jumlah TPS naik hampir dua kali lipat karena pembatasan jumlah DPT maksimal 300 orang di setiap TPS. Kebijakan pembatasan jumlah DPT per TPS itu juga berkonsekuensi membengkaknya kebutuhan logistik pemilu dan penambahan petugas.

Untuk diketahui, sebanyak 2.065 kotak suara berbahan kardus yang ada di gudang logistik KPUD Kabupaten Badung, Bali rusak akibat terendam banjir. Selain kotak suara, banjir juga diketahui merusak 110 bilik suara. (har)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button