Batas Usia Angkutan Pariwisata 15 Tahun

JAKARTA (Bisnisjakarta)- 

Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi menegaskan, Kemenhub akan melakukan pembatasan usia hanya bagi kendaraan umum saja dan tidak berlaku bagi kendaraan pribadi. “Pembatasan usia kendaraan yang akan diatur oleh Kementerian Perhubungan adalah angkutan umum. Dalam PM 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 117 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek ini sedang dilakukan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Batasan usia untuk bus pariwisata yang semula 10 tahun menjadi 15 tahun ini, juga sesuai harapan dengan Asosiasi Pengusaha Bus Pariwisata,” demikian dijelaskan Dirjen Budi di Jakarta, Sabtu (6/7).

Budi menerangkan, hingga saat ini pihaknya belum memberikan batasan maksimal usia pakai untuk kendaraan pribadi. “Sampai dengan sekarang Indonesia belum membatasi untuk kendaraan pribadi untuk batasan lamanya, meski memang sudah ada beberapa negara yang melakukannya. Saya hanya mendorong kepada pemerintah Kabupaten/Kota/Provinsi untuk membantu kajian terhadap pembatasan operasional kendaraan pada peak hour tertentu seperti yang ada di Jakarta,” tambah Dirjen Budi.

Hingga saat ini, hal yang dilakukan oleh pihak Ditjen Hubdat hanyalah sebatas menyarankan pada Pemda setempat untuk melakukan manajemen lalu lintas atau manajemen parkir guna menyiasati peak hour sehingga kepadatan lalu lintas yang dirasakan di beberapa kota besar di Indonesia tersebut diharapkan menjadi lebih baik dan lancar dengan adanya pembatasan operasional kendaraan.

Skema Buy the Service

Seiring dengan usaha Pemerintah untuk mendorong Pemda dalam menanggulangi kepadatan lalu lintas, Ditjen Hubdat menggencarkan peran angkutan umum. “Sejalan dengan itu semuanya kami dari Kemenhub sedang mendorong Bus Rapid Trans (BRT). Kami sedang merevitalisasi kendaraan umum angkutan perkotaan. Jadi kalau ada harapan masyarakat angkutan massalnya lebih baik, di sektor daratnya sudah ada BRT yang sudah dijalankan sejak tahun 2016-2017, tetapi dalam evaluasi kami ini ada daerah yang melakukannya bagus, dan ada yang tidak bagus. Ada yang mungkin karena kemampuan daerah jadi terbatas. Sampai sekarang kami masih mendorong untuk pembangunan angkutan massal di perkotaan, dan yang terakhir yang sedang akan kita lakukan adalah skema Buy The Service, yaitu kita tidak melakukan pengadaan BRT sebelumnya tapi hanya membeli layanan saja dan operatornya adalah dari pihak swasta kemudian yang menerima manfaat adalah masyarakat di kota-kota itu,” jelas Dirjen Budi.

Ada beberapa kota besar yang telah dipersiapkan untuk menjadi contoh pilot project untuk skema Buy The service yaitu Medan, Palembang, Solo, Denpasar, Surabaya, dan Yogyakarta. Saat ini Kemenhub sedang menjajakan program tersebut pada Pemerintah Daerah dan akan dijalankan pada tahun 2020.

Di sisi lain, Dirjen Budi menjelaskan mengenai O-Bahn yaitu busway berpemandu yang merupakan bagian dari sistem transit bus cepat dengan memadukan konsep BRT dan LRT. "O-Bahn ini hampir mirip dengan BRT hanya penggunaan kendaraannya bisa menggunakan guided bus atau jalan tertentu atau di jalan umum tertentu. Sampai saat ini kami masih melakukan kajian, dan lebih jauh lagi kami akan melakukan studi banding ke beberapa kota di negara lain," katanya. (son)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button