
Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah tak saling melempar tanggung jawab terkait bencana banjir di wilayah Jabodetabek.
Pemerintah pusat, daerah serta instansi terkait, seharusnya bersinergi dan menjalin komunikasi dalam menyusun kebijakan dan program penanggulangan banjir. "Tidak malah saling melempar tanggung jawab. Tetap mengedepankan kepentingan masyarakat," ucap Puan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (2/1).
Menurutnya, bencana banjir seperti yang terjadi di Jabodetabek terutama di Ibukota Jakarta tidak bisa diselesaikan secara parsial karena melibatkan beberapa daerah. "Harus ada upaya pencegahan untuk meminimalkan dampak dari hulu sampai hilir sehingga pemerintah pusat harus tampil menjadi pelopor," imbuhnya.
Untuk penanganan jangka pendek, ia mengatakan Badan Penanggulangan Bencana di tiap tingkatan harus melakukan operasi tanggap darurat secara menyeluruh saat bencana banjir terjadi. Proses itu meliputi operasi penyelamatan para korban, pendirian tempat pengungsian.
Pada proses tanggap darurat tersebut, pemerintah dapat mengerahkan seluruh stakeholder terkait seperti kementerian dan lembaga terkait. Agar masyarakat terdampak segara dibantu dan segera melakukan upaya pemulihan pascabanjir.
Saat ini, dari laporan yang ia terima masih banyak korban yang belum dievakuasi dari rumah-rumah mereka yang terkepung banjir, terutama di wilayah terdampak banjir di pinggiran Tangerang, Bekasi, dan Bogor. Karena itu Tim evakuasi harus menyisir seluruh wilayah terdampak untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak.
Sedangkan kepada anggota DPR, ia mengimbau agar para anggota DPR RI yang saat ini sedang reses masa sidang, terutama di Dapil Jabodetabek, untuk membantu melakukan proses-proses tanggap darurat dengan mengerahkan seluruh potensi yang ada. "DPR RI akan membantu semua upaya pencegahan dan penanggulangan Banjir Jabodetabek terutama dari sisi fungsi budgeting dan Legislasi," ujarnya.
Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan meski Indonesia sudah merdeka 74 tahun lalu, namun banjir masih saja menimpa dan menjadi momok menakutkan. Padahal daerah Jabodetabek, tanpa melupakan daerah lainnya, merupakan kawasan vital Indonesia. "Musibah banjir kali ini menjadi tamparan bagi para penyelenggaran negara untuk serius menata pembangunan daerah dengan memperhatikan lingkungan dan aspek berkelanjutan," ujarnya.
Soal koordinasi dan komunikasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, ia meyakini pasti sudah memiliki rencana kerja dalam penangangan banjir. "Tinggal bagaimana koordinasi antara pusat dan daerah agar rencana tersebut tak saling berseberangan, apalagi berbenturan. Sehingga bisa cepat dijalankan, dan rakyat tak menjadi korban," ujarnya.
Indonesia, menurutnya memiliki banyak orang-orang cerdas. Di BMKG misalnya, pasti dari sudah jauh-jauh hari bisa memprediksi bahwa hujan akan lebat. Jika hujan lebat debit air akan naik. "Karena debit air naik, pemerintah pusat dan daerah harus bekerjasama agar jangan sampai warga terkena banjir. Jangan karena ego sektoral, lantas rakyat yang menjadi korban," sindirnya.
Oleh karena itu, agar rakyat tak lagi menjadi korban, pemerintah pusat dan daerah harus segera duduk bersama. Sehingga tak ada lagi perdebatan, misalnya apakah harus normalisasi atau naturalisasi sungai dalam penanggulangan banjir.
Bamsoet mengatakan pemerintah pusat punya rencana pembangunan prasarana pengendalian bajir pada keempat sungai, yakni Sungai Krukut, Sungai Ciliwung, Sungai Cakung, dan Sungai Sunter. Namun informasinya belum bisa maksimal lantaran terkendala pembebasan lahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. "Tanpa kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, mustahil musibah banjir bisa kita minimalisir. Tanpa kerjasama pemerintah pusat dan daerah, rakyatlah yang lagi-lagi akan kembali menjadi korban," tandasnya.
Untuk diketahui, banjir yang menggenang di Jakarta dan berbagai daerah sekitarnya memicu perdebatan antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menteri PUPR) Basuki Hadimuljono.
Hujan deras yang terjadi saat pergantian tahun baru dari 2019 ke 2020 terjadi sejak Selasa siang (31/12) hingga Rabu sore (1/1) mengakibatkan banjir besar.
Perdebatan muncul ketika Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyinggung normalisasi yang belum rampung di Sungai Ciliwung, padahal di masa gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) normalisasi sudah dijalankan namun baru setengah dari panjang sungai Ciliwung yang menjadi urat nadi aliran sungai di Ibukota. "Namun, mohon maaf Bapak Gubernur, selama penyusunan kali Ciliwung ternyata sepanjang 33 kilometer itu yang sudah ditangani dinormalisasi 16 kilometer. Di 16 km itu kita lihat insya Allah aman dari luapan," kata Basuki.
Basuki pun menyesalkan komitmen Gubernur Anies yang tidak segera merampungkan sisa 17 kilometer yang belum dinormalisasi sehingga menjadi penyebab dari banjir besar ini.
Karena menurut Basuki masalah banjir terjadi karena penyempitan dan terdapat rumah penduduk di bantaran sungai. Artinya di titik-titik yang belum dinormalisasi itulah masalahnya. "Kalau lihat sekarang itu rumah bukan di bantaran, tapi di palung sungai. Ini bukan hal yang mudah. Ini keahlian beliau untuk persuasif. Tanpa itu, pasti akan menghadapi kejadian berulang seperti ini," kata Basuki.
Iapun meminta Gubernur Anies Baswedan segera melakukan pembebasan lahan di bantaran kali jika ingin Jakarta tertolong dari banjir.
Namun, Gubernur Anies Baswedan berkelit bahwa normalisasi sungai tidak menolong banyak. Sebab, dalam pandangannya pangkal persoalan banjir di Ibukota selama ini adalah pengendalian air hujan dari hulunya yang dimulai dari wilayah Selatan Jakarta hingga ke wilayah Bogor.
Menurut Anies selama ini Jakarta ketumpahan air dari arah Selatan. Sehingga mau dinormalisasi bagaimanapun akan percuma. "Selama kita membiarkan air mengalir begitu saja, selebar apapun sungainya, maka volume air itu akan luar biasa. Karena makin banyak Kawasan yang digunakan untuk perumahan. Sehingga air pun mengalir ke sungai," jelas Anies. (har)