Benda Cagar Budaya Didata Ulang

BOGOR (Bisnis Jakarta) – Pemerintah Kota Bogor mengaku terus melakukan pendataan ulang terhadap benda cagar budaya yang ada di kotanya. Hal tersebut harus dilakukan untuk mengetahui, sekaligus menjaga keberadaan benda-benda cagar budaya tersebut agar tetep terjaga aman dan lestari sebagai bukti peninggalan sejarah para leluhur.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bogor, H. Shahlan Rasyidi mengatakan, berdasarkan data tahun 2015, tercatat sebanyak 487 Benda Cagar Budaya (BCB) yang ada seluruh wilayah Kota Bogor. Dari jumlah tersebut, mayoritas merupakan BCB yang berupa rumah pribadi. “Selain rumah pribadi diantara yang masuk kategori BCB lainnya berupa prasasti, makam hingga artefak, seperti yang pernah ditemukan beberapa tahun silam di belakang lokasi Mbah Dalem di Jalan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor,” kata Shahlan Rasyidi, di kantornya. Jumat, (25/05)

Untuk bangunan cagar budaya berupa rumah-rumah pribadi yang ada di Kota Bogor tersebut tersebar di beberapa lokasi, seperti di Jalan Suryakancana, Jalan Achmad Yani, kawasan pemukiman Sempur dan di kawasan Taman Kencana. “Makanya Pemda Kota Bogor telah menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan heritage,” tegas Shahlan.

Sementara peninggalan BCB lainnya, lanjut Shahlan, diantaranya Prasasti Batutulis, makam Raden Saleh serta petilasan Mbah Dalem yang tersebar di tiga lokasi berbeda selain yang sudah banyak diketahui masyarakat di Batutulis. Yaitu di wilayah Kecamatan Tanah Sareal dan satu lainnya di kawasan Cibinong, Kabupaten Bogor. “Sementara barang-barang peninggalan sejarah yang pernah ditemukan seperti alat-alat makan dan benda lainnya sekarang hanya disimpan di Kantor Disparbud, karena tidak adanya museum yang secara khusus untuk menyimpannya. Sehingga sangat disayangkan benda-benda peninggalan sejarah itu tidak bisa kita pamerkan agar diketahui publik,” paparnya.

Padahal, masih kata Shahlan, benda-benda tersebut berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan arkeolog diketahui jika diantaranya bahkan berasal dari tahun 1.500 masehi. “Sangat sayang memang. Itu semua padahal aset yang sangat berharga dan harus dilestarikan. Tidak saja sebagai bentuk pelestarian cagar budaya, namun juga untuk bahan edukasi dan pengetahuan kepada publik,” jelasnya. (bas)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button