
Komisi I DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama sejumlah asosiasi pertelevisian Indonesia membahas revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Beberapa asosiasi yang hadir, yaitu Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) dan Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI).
Rapat dibuka Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid sebelum diserahkan Wakil Ketua Komisi I DPR Bambang Kristiono selaku pimpinan rapat.
Salah satu persoalan yang mengemuka adalah mandeknya pembahasan revisi UU Penyiaran yang sudah dianjukan kepada DPR pada keanggotaan DPR periode 2014-2019 lalu.
Anggota Komisi I DPR Sukamta menyindir pembahasan revisi UU Penyiaran yang justru dihambat oleh pihak lembaga penyiaran dan pihak asosiasi sendiri. "Jadi ini sebenarnya persoalan nya siapa? Jangan sampai ada kesan kita yang disalahkan. Kami justru bertanya mengapa ketika bahan revisi sudah masuk di kita, tetapi semua dimentahkan lagi menjadi bahan awal. Ruh dari revisi UU Penyiaran dimentahkan lagi dari temen-teman asosiasi," kritik Sukamta.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtara (PKS) ini memastikan pihaknya bukan menjadi faktor penghambat dari mandeknya pembahasan yang pembahasannya hampir dua tahun lamanya. "Jadi ayo kita taro lagi ini barang. Jangan modalnya cuma main di sini, masukkan di sana. Saya jamin kalau seperti itu nggak bakalan selesai. Jadi jangan sampai ada istilah 'Ada dusta diantara kita'. Kami pastikan tidak punya kepentingan, karena partai kami juga tidak punya televisi," tegasnya.
Ketua Umum Asosiasi Televisi Lokal Seluruh Indonesia (ATVLI) Bambang Santoso langsung menanggapi kritik yang disampaikan Komisi I DPR.
Dia menegaskan yang pasti ATVLI bukan pihak yang berupaya mementahkan revisi UU Penyiaran karena adanya kepentingan politik dan bisnis dari pemilik televisi. "Yang pasti bukan kita Pak! Karena kita tidak punya kekuatan maupun akses. Jadi kita selalu mengekor saja. Anak kecilkan selalu dibelakang Pak. Tetapi anak kecil terkadang selalu merepotkan," sindir Bambang di dalam rapat.
Sementera, sejumlah asosiasi televisi yang dituding menjadi penyebab terhambat dan mandeknya pembahasan revisi UU Penyiaran tidak memberikan respon.
Ditanya lebih jauh perihal masalah tersebut usai rapat, Bambang Santoso menjelaskan bukan menjadi rahasia umum lagi siapa pengusaha besar yang menjadi pemilik televisi sekaligus memiliki kekuatan politik dan akses kepada kekuasaan. "Saya rasa semua taulah. Siapa pemilik di bisnis ini, juga memiliki kekuatan politik. Tapi semua harus dipikirkan. Dan memang ada kepentingan politik dan bisnis yang orang lain nggak bisa masuk," kata Bambang.
Ia tidak memungkiri mandeknya pembahasan revisi UU Penyiaran karena masing-masing memiliki dan membawa kepentingan sendiri. 'Jadi kalau tidak diuntungkan, mereka akan berusaha menyelinap. Dan saya tegaskan yang pasti itu bukan ATVLI," tegasnya.
Sejumlah pimpinan asosiasi yang hadir antara lain Ketua Umum ATVLI Bambang Santoso, Ketua Dewan Pembina/ Penasehat ABG Satria Naradha, Ketua Umum ATVSI Syafril Nasution, Ketua Umum ATSDI Eris Munandar, Ketua Umum ATVNI Rikard Bangun, beserta sekjen masing-masing aosiasi dan jajarannya. (har)