
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak melakukan audit investigasi terhadap dugaan kerugian negara dalam rekap bond Bank Permata senilai Rp 11,9 triliun. "BPK dapat melakukan audit investiagsi terhadap rekap bond senilai Rp 11,9 triliun yang dikucurkan pemerintah pada merger lima bank menjadi Bank Permata," ungkap mantan Presdir PT Bank Bali Rudy Ramli di Gedung BPK Jakarta, Senin (22/7).
Rudy Ramli mendatangi gedung BPK dan diterima Ketua BPK Rizal Djalil. Usai pertemuan tersebut, Rudy Ramli selanjutnya diterima dua auditor BPK untuk menyerahkan dokumen terkait rekap bond Bank Permata. "Saya diterima dua auditor, dan sempat pula kita melakukan diskusi. Selanjutnya, mereka berjanji akan mempelajari kasus tersebut," kata Rudy.
Presdir ADHI ini mendatangan kantor auditor negara itu untuk melaporkan adanya dugaan kerugiaan negara terkait rekap bond Bank Permata. Menurut Rudy, negara diduga mengalami kerugian saat merekap Bank Bali dan empat bank lainnya menjadi PT Bank Permata senilai Rp 11,9 triliun, karena tak lama setelah direkap, PT Bank Permata dijual oleh BPPN ke SCB, hanya senilai Rp 2,7 triliun.
Sehingga ada indikasi kerugiaan negara di dalam proses rekapitalisasi, merger dan pelepasan saham PT Bank Permata. “Inilah yang saya maksud terjadi kerugiaan negara yang disebabkan konspirasi pejabat-pejabat BPPN dan SCB. Dan BPK bisa melakukan proses audit ini,” kata Rudy.
Upaya Rudy mendatangi BPK merupakan kelanjutan dalam mencari keadilan. Sebelumnya Rudy sudah mendatangi KPK meminta agar melakukan investigasi khusus atas adanya indikasi proses transaksi pengambil alihan saham Bank Permata oleh SCB, yang diduga cacat hukum pada tahun 2004.
Menurut Rudy, seharusnya negara tidak akan mengalami kerugiaan triliunan rupiah untuk menyelamatkan Bank Bali. “Karena pada dasarnya Bank Bali sehat, terbukti dapat bertahan dari krisis 1997-1998. Dan keuangannya sangat likuid,” tegas Rudy.
Sebelumnya, saat mendatangi KPK, Rudy telah menyampaikan satu bukti baru untuk memulai memeriksa kasus ini. Berupa laporan keuangan SCB tahun 2006, terungkap ada satu note, tentang kepemilikan SCB di Bank Permata : THERE ARE NO CAPITAL COMMITMENTS RELATED TO THE GROUPS INVESTMENT IN PERMATA.
Menurut Rudy, kuat dugaan SCB membeli Bank Permata tanpa modal sendiri, tetapi menggunakan modal pihak lain. “Disinilah SCB wajib menjelaskan dengan menyertakan dokumen pendukung, apa maksud dari kalimat NO CAPITAL COMMITMENT yang tertuang pada annual report nya," ungkap Rudy.
Selain itu, pengamat Ekonomi, Ichsanuddin Noorsy menemukan kejanggalan lain dalam proses kepemilikan SCB di PT Bank Permata. Menurutnya, jika benar Bank Permata dibeli SCB, maka Bank Permata akan mempromosikan dirinya sebagai members atau affiliated SCB. “Tapi, adakah tertulis Bank Permata sebagai member SCB,” tanya Ichsan menyadarkan.
Memang, seperti umumnya korporasi besar jika memiliki anak usaha atau afilliated, selalu disebutkan dengan tulisan member atau affiliated perusahaan induknya. Sebagai contoh, PT Bank Ekonomi merupakan member HSCB Group atau PT Bank International Indonesia (BII) members Maybank. (son)