
HS ditangkap polisi dan dikenakan sejumlah pasal seperti ancaman pembunuhan dan makar karena mengancam akan memenggal Presiden Joko Widodo. Ancaman itu ia lontarkan saat demo menuntut transparansi atas kecurangan Pemilu 2019 di depan Gedung Bawaslu Jalan MH Thamrin, Jumat (10/5).
Menurut Dahnil ancaman yang dilontarkan HS hanya bersifat emosional dan tidak memiliki niat jahat. "Tim Advokasi hukum akan berusaha mendampingi anak tersebut dan meyakinkan dia pasti tidak punya niat jahat selain memang emosional," ucap Dahnil di Jakarta, Senin (13/5).
Dahnil menilai, kasus dugaan makar yang menjerat HS sebagai bentuk ketidakadilan hukum. Dahnil mencontohkan kasus dugaan ujaran kebencian dan ancaman dari politisi Partai Nasdem Viktor Laiskodat dalam pidato kampanye pilkada di Kupang, NTT pada 1 Agustus 2017 lalu. Ia menuduh empat partai, yakni Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN mendukung adanya khilafah karena menolak Perppu Ormas.
Namun, Bareskrim Polri menghentikan sementara penyelidikan kasus ujaran kebencian politisi Nasdem, Viktor Laiskodat tersebut dengan pertimbangan saat itu ia berstatus sebagai calon Gubernur NTT. "Jadi, bila laku ketidakadilan hukum seperti ini terus dipertontonkan pasti akan sangat berdampak buruk bagi stabilitas sosial kita, rakyat sama sekali tidak akan percaya dengan polisi, karena lebih banyak digunakan sebagai alat politik," sebutnya. (har)