BPRS Miliki Kelemahan, Ini Solusi Yang Harus Diperbaiki

JAKARTA (Bisnis Jakarta)-
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) masih memiliki  beberapa kelemahan yang harus diperbaiki agara dapat meningkatkan kinerjanya dan menjadi bagian penting dari struktur perbankan Indonesia. "Kalau kita bilang bank intermediasi dari pemilik modal atau yang punya dana, yang dibutuhkan masyarakat miskin, tentunya BPRS menjadi urgent sekali diaplikasikan," kata anggota Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah Dr. Aries Mufti saat Fokus Group Discussion (FGD) Penelitian Strategis Nasional Institusi yang membahas Implementasi Model Pengembangan Bisnis Bank Pembiayaan Syariah (BPRS) di Jakarta, Rabu (14/11).

Keynote Speaker pada FGD tetsebut Rektor Universitas Budi Luhur Prof. Didik Sulistyanto. Hadir sebagai narasumber antara lain M. Hadi Maulidin, SEI.MM. Ketua DPW Asbisindo Jabodetabekten, Dr. Etty Susilowati, Ketua Penelitian Stranas Hibah DIKTI dan Dosen MM Universitas Budi Luhur.

Menurut Aries, produk yang tidak variatif dan layanan ke publik yang belum memadai, dengan kata lain BPRS belum memahami kebutuhan yang sesungguhnya dari masyarakat pada umumnya, khususnya calon nasabah BPRS. Fitur bank pembiayaan syariah belum selengkap produk serupa bank konvensional. "Melihat dari kata BPRS sudah jelas, bagaimana ekonomi kerakyatan berbasis umat, BPRS menjadi pilihan untuk diperkuat dan diperbanyak," katanya.

Sementara itu, Rektor Universitas Budi Luhur Prof. Didik Sulistyanto menjelaskan, perkembangan perbankan di tanah air mengacu pada sistem syariah. Bukan hanya Indonesia, dunia bahkan sudah bermuara pada sistem syariah, di mana bisa dilihat kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh negara Thailand, melakukan pengembangan sistem syariah dalam kebijakan pariwisatanya.

Kalau melihat penduduk Indonesia yang mayoritas muslim, Didik menilai, otomatis potensi syariah sangat besar. Permasalahannya, bagaimana membuat masyarakat agar menjadikan syariah sebagai basis perekonomiannya. Oleh karena itu, perlu dibangun rollmodel BPRS agar berkembang secara maksimum di Indonesia.

Atas persoalan yang dihadapi BPRS, Etty mengatakan, potensi pengembangan nasabah syariah secara umum, khususnya nasabah BPRS masih cukup besar dilihat dari jumlah penduduk Indonesia. Peluang perkembangan perbankan syariah sangatlah besar. Seluruh stakeholder perbankan syariah harus melakukan terobosan-terobosan inovatif dan kreatif demi perkembangan perbankan syariah seperti yang diharapkan.

Pengembangan perbankan syariah, kata dia,  harus terus diperjuangkan oleh seluruh stakeholder perbankan syariah. Eksplorasi, inovasi dan kreasi pengembangan perbankan syariah, khususnya BPRS harus dilakukan dengan strategi tepat guna.

Model Pengembangan bisnis BPRS yang diusulkan, menurut Etty, antara lain pengembangan produk harus sesuai dengan kebutuhan segmen pasar yang akan dilayani, baik dari sisi pendanaan maupun pembiayaan.

Community Based

Pengembangan BPRS, jelas Etty, harus fokus pada penguatan community based. Konsep pemberdayaan dan pengembangan kesejahteraan ekonomi yang berbasis pada komunitas atau masyarakat setempat. Pengembangan kesejahteraan masyarakat yang berbasis pada kearifan local harus didukung dengan pembiayaan dari BPRS, misal komunitas ibu-ibu PKK yang dilatih untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi, difasilitasi pemasarannya sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakat atau komunitas tersebut meningkat.

Contoh model tersebut, kata Etty  sesuai dengan strategi dalam pengembangan ekonomi Islam berupa mekanisme filter moral Islam, adanya motivasi untuk melakukan yang terbaik bagi individu dan komunitas dalam masyarakat, lingkungan yang mendukung kegiatan ekonomi yang Islami dan peran BPRS yng kuat dan positif dalam pengembangan ekonomi masyarakat.

Selain itu, menurut Etty, pengembangan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia harus dilakukan, bekerja sama dengan berbagai pihak seperti perguruan tinggi dan lembaga sertifikasi khusus yang bergerak di bidang perbankan syariah.

Agar mampu menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten dan handal di bidangnya, lembaga perbankan syariah harus memiliki jenjang pendidikan khusus yang dididik secara optimal dan maksimal demi menghasilkan bankir-bankir islami yang bisa membangun perbankan syariah dengan berbasis nilai nilai Islami.

Kemudian, pengembangan teknologi informasi keuangan dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pihak pihak penyedia jasa layanan teknologi infomasi di bidang keuangan syariah. Memasuki era industri 4.0 atau era industri yang serba digital membuat berbagai sektor jasa keuangan harus menyesuaikan diri agar tak ketinggalan arus teknologi.

Industri keuangan harus bisa beradaptasi terhadap perkembangan industry yang berbasis teknologi digital. Untuk menarik nasabah, BPRS mengembangkan produk berbasis teknologi infomasi seperti mobile banking, dan ATM house to house dengan pihak lain khususnya untuk transaksi perbankan. (son)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button