
JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Aman Abdurrahman sujud syukur setelah majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman pidana mati kepadanya. Niat sujud syukur sudah direncanakan terdakwa kasus terorisme itu sebelum menghadiri sidang.
“Janjinya sebelum vonis, kalau dia dihukum mati, akan langsung sujud syukur dan itu sudah dilakukan tadi,” ungkap anggota tim kuasa hukum Aman Abdurahman, Asrudin Hatjani di PN Jakarta Selatan, Jumat (22/6).
Sujud syukur yang dilakukan Aman merupakan janji kliennya yang menyatakan akan langsung sujud syukur apabila divonis mati.
Terkait upaya banding atas vonis pidana mati tersebut, Asrudin menjelaskan Aman sempat menolak tim kuasanya untuk mengajukan banding atas vonis hukuman mati.
Namun, setelah berembug, akhirnya disepakati untuk meminta waktu kepada majelis hakim untuk pikir-pikir tentang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta atau tidak.
“Tadi dia menolak saya menyatakan pikir-pikir. Makanya saya akan konsultasi, yang akan menentukan nanti itu Ustadz Oman (Aman Abdurahman) sendiri apakah banding atau tidak,” ujarnya.
Yang pasti, menurut Asrudin, sikap yang diambil Aman atas vonis pidana mati tersebut adalah tidak menerima tapi tidak juga menolak.
“Dia tidak menerima dan tidak menolak. Itu namanya berlepas diri. Bahasanya mereka ini. Dia tadi menyatakan berlepas diri, berarti dia tidak mengajukan banding,” tegasnya.
Pada sidang sebelumnya, dalam sidang nota pembelaan (pledoi) yang dibacakan pada akhir Mei lalu, Aman Abdurahman menyatakan tidak gentar atas tuntutan hukuman mati. Bahkan dia menantang majelis hakim menjatuhkan vonis sesuai tuntutan jaksa.
Namun, ketika itu Aman mengingatkan bahwa hukuman mati kepadanya apabila benar dijatuhkan maka itu adalah sebuah bentuk kedzoliman.
“Silakan kalian bulatkan tekad untuk memvonis saya, mau vonis seumur hidup silakan, atau mau eksekusi mati silakan juga. Jangan ragu atau berat hati tidak ada sedikitpun gentar dan rasa takut dengan hukuman dzolim kalian ini di hatiku ini. Aku hanya bersandar kepada Sang Penguasa dunia dan akhirat, dan nantikanlah oleh kalian balasan kezaliman ini di dunia dan akhirat,” kata Aman saat membacakan nota pembelaan.
Aman menyangkal dikaitkan dengan serangkaian serangan teror yang terjadi di Indonesia. Sebab, kasus-kasus tersebut terjadi pada rentang November 2016 hingga September 2017.
Padahal, sejak Februari 2016, dia sudah berada di ruang isolasi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Pasir Putih Nusakambangan, kemudian dipindahkan ke Rutan Cipinang Cabang Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, pada 12 Agustus 2017.
Namun, Ketua Majelis Hakim Akhmad Jaini menyatakan Aman terbukti bersalah menjadi otak pemboman di sejumlah peristiwa teror bom.
Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa kasus terorisme tersebut dinilai bertanggung jawab dalam aksi bom yang terjadi di Bundaran Hotel, Jalan Thamrin pada 2016 lalu, serta sejumlah aksi bom lainnya di Indonesia dalam rentang waktu sembilan tahun terakhir.
Pada sidang yang dijaga super personel Brimob itu, awak media hanya boleh menyaksikan vonis Aman di awal dan di akhir sidang. Sebelum pembacaan vonis, hakim menghentikan sidang sejenak untuk memberikan kesempatan kepada wartawan peliput masuk ke ruang sidang untuk mendengarkan vonis yang dijatuhkan. (har)