
Pemerintah mendukung peningkatan kegiatan dok atau perawatan kapal di Sulawesi Selatan (Sulsel), sebagai upaya mempercepat atau mengakselerasi pembangunan industri perkapalan di daerah ini. "Di wilayah timur ini konektivitas antar wilayah lebih efektif dilakukan melalui udara dan laut, dan yang paling memungkinkan adalah melalaui laut. Ini sesuai dengan tujuan pemerintah menghubungkan wilayah barat hingga wilayah Timur Indonesia melalui penyelenggaraan angkutan laut," ujar Kasubdit Angkutan Laut Dalam Negeri Kemenhub, Capt. Budi Mantoro, dalam FGD Akselerasi Pembangunan Industri Kapal di Sulsel yang digelar di Jakarta, Rabu (6/3).
Kegiatan ini digelar oleh Panitia Halalbihalal Ikatan Alumni Teknik Unhas atau HBH Ikatek Unhas 2019 bersama dengan Ikatan Sarjana Perkapalan (ISP) Unhas. Tema yang diangkat adalah Akselerasi Pembangunan Kawasan Industri Perkapalan di Sulsel. Kegiatan FGD ini adalah praevent Seminar Nasional Industri Maritim yang rencananya akan digelar pada 20 Maret mendatang di Makassar.
Dalam mewujudkan gagasan itu, kata Budi, kontribusi swasta dan Pemda setempat sangat berperan untuk mewujudkan adanya industri galangan kapal di Sulsel, dan senergi tersebut dapat mempercepat terselenggaranya konektivitas laut.
Pembicara lain, Romeo Hasan Bisri, Ketua Bidang Repair Kapal DPP Iperindo (Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia) mengatakan, Sulsel dalam sejarahnya adalah wilayah maritim, seperti perniagaan maritim, bagian sentra pelabuhan di nusantara, perkembangan galangan kapal Phinisi. "Jadi potensinya sangat besar, tapi kenapa kok industri perkapalan di Sulsel malah tertinggal dengan sektor lain, ataupun kalau berkembang namun perkembangannya berjalan perlahan," katanya.
Romeo mengatakan, kondisi industri maritim di Indonesia menunjukkan hanya 12 persen kapal yang beroperasi di Indonesia Timur, selebihnya atau sebagian besar yaitu 88 persen beroperasi di Indonesia Barat. "Banyak penyebabnya, salah satunya karena di Sulsel biaya pengangkutan kapal laut maupun dok relatif mahal dibandingkan di Jawa misalkan di Cirebon maupun Surabaya," katanya.
Karena itu, kata Romeo, dibutuhkan dukungan pemerintah dalam mewujudkan Sulsel sebagai daerah industri perkapalan khususnya di bagian Timur. Dukungan itu antara lain kebijakan insentif fiskal, pelaksanaan TKDN Inpres 2/2009, jaminan ketersediaan material untuk mendukung industri perkapalan dengan harga yang kompetitif, pengembangan industri penunjang perkapalan agar kandungan lokal bisa tinggi, memperkuat SDM. Selain itu dibutuhkan juga kawasan khusus industri perkapalan. "JIka semua itu bisa dilaksanakan saya optimis Sulsel akan menjadi leading industri perkapalan nasional," katanya.
Sedangkan Sophan Sophian Ketua Bidang Industri Kapal DPP Iperindo mengatakan, yang pertama bisa dilakukan Sulsesl adalah mengembangkan industri perbaikan kapal saja, yang membutuhkan biaya relatif kecil dibanding harus memaksakan langsung membangun galangan kapal besar. " Dari situ saja dulu, saya kira lama kelamaan akan semakin membesar," ujarnya.
Hanya 20 Persen
Sementara itu Saifudin Wijaya, Direktur Pengembangan Sumber Daya PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) mengatakan, pihaknya mencatat ada setidaknya 1.324 kapal yang beroperasi di Indonesia Timur. Dari jumlah itu hanyasekitar 200 kapal atau sekitar 20 persen yang melakukan dokcing (perbaikan) kapal di Sulsel. Selebihnya lebih memilih melakukan dokcing di Jawa, misalnya di Surabaya ataua Cirebon.