DPR Pastikan, Penyadapan KPK Dikecualikan

JAKARTA (Bisnisjakarta)-
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Totok Daryanto menegaskan, RUU Penyadapan tidak akan memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Saya ingin menegaskan bahwa RUU ini sangat penting dan tidak akan memangkas kewenangan KPK. Sudah clear dalam draf yang kita susun itu tidak memangkas kewenangan KPK," ucap Totok dalam diskusi Forum Legislasi bertema 'RUU Penyadapan Pangkas Kewenangan KPK?" di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/7).

Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) ini menjelaskan terkait penyadapan sendiri ada 13 penyebutan dalam UU yang ada saat ini dan definisinya berbeda-beda. Karena definisi berbenturan sehingga terkesan tumpang tindih satu dengan yang lainnya.

Seperti kewenangan penyadapan yang juga dimiliki instansi-instansi lain yang juga punya kewenangan menyadap. Tapi khusus untuk KPK, ia menjamin RUU Penyadapan tidak akan melemahkan kewenangan lembaga antikorupsi itu. "Itulah kenapa, kami di Badan Legislasi merasa perlu menyusun undang-undang penyadapan yang mengatur seluruh penyadapan. Namun perlu digarisbawahi ini ada pengecualian bagi KPK," tegasnya.

Mengenai tudingan adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh KPK karena terlalu bebas menyadap siapa saja yang dikehendaki KPK tanpa ada yang mengawasi, Totok berdalih RUU ini justru  akan membantu KPK mengurangi pelanggaran HAM seperti yang selama ini ditudingkan. "Agar penyadapan ini bisa dipertanggunjawabkan dan kalau bisa hanya melalui satu pintu yakni Pengadilan. Jika tidak, maka lembaga tersebut akan bebas melakukan penyadapan tanpa memperhitungkan hak asasi manusia," ujarnya.

Sejauh ini, KPK sendiri merasa keberatan dengan klausul dalam RUU Penyadapan yang mengharuskan KPK memperoleh izin terlebih dahulu dari pengadilan untuk menyadap target yang telah ditetapka. Ada banyak kekhawatiran apabila harus memberitahu ke pengadilan antara lain birokrasi prosedural yang membuat kerja KPK menjadi lambat, juga kekhawatiran terjadinya kebocoran informasi.

Totok berdalih di hampir semua negara, kewenangan penyadapan harus dilakukan melalui pengawasan yang ketat sehingga perlu UU yang memedomani persoalan ini. "Kita semua ingin negara ini memiliki pedoman hukum pasti," kata Totok.

Ia mencontoh di Columbia, seluruh rencana penyadapan atas izin Kejaksaan, namun alat sadapnya tetap ada di kepolisian. Ia berharap apabila alat sadap dimiliki KPK, maka ada lembaga lain yang mengawasi dan memberi izin boleh tidaknya rencana sadap dilakukan KPK.

Anggota Komisi III DPR Taufiequlhadi mengakui ke depan memang ada semangat dari DPR agar penyadapan yang dilakukan KPK harus diawasi agar lembaga anti korupsi itu tidak sewenang-wenang menggunakan kebebasan menyadap yang diberikan. "Saya sepakat seperti Pak Toto tadi, bahwa kalau KPK tidak diatur maka berbahaya sekali," kata politisi dari Partai NasDem ini.

Menurut anggota Komisi Hukum DPR ini karena tidak ada lembaga lain yang diberi  wewenang untuk mengawasi KPK,  sehingga menjadikan KPK menjadi lembaga yang wewenangnya tidak terbatas. Karena tidak diawasi dan tidak terbatas maka bisa membuat pimpinan KPK menyalahgunakan kewenangan seperti kasus yang pernah dialami pimpinan KPK selama ini. "Dia (KPK) tergelincir sendiri,  karena bergerak sendiri tanpa batas, maka akan tergelincir sendiri. Itulah yang terjadi saat ini," ujarnya. (har)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button