
Agus mengatakan, dulu dunia internasional agak cemas dengan perkembangan jumlah penumpang, jumlah pesawat dan jumlah penerbangan di Indonesia yang di atas 10 persen pertahun. Dengan hasil nilai yang tinggi terkait efektifitas implementasi pengawasan keselamatan penerbangan dari ICAO tersebut maka dunia Internasional saat ini menjadi percaya terhadap penerbangan Indonesia.
Untuk itu, kata dia, Indonesia harus memanfaatkan momentum tersebut untuk membawa penerbangan nasional lebih tinggi lagi menjadi penerbangan kelas dunia. Salah satu contohnya dengan membuka larangan terbang (ban) dari Uni Eropa terhadap penerbangan Indonesia. “Langkah kedua dari target saya, setelah berhasil memimpin jajaran penerbangan Indonesia kembali ke tingkat elite dunia, adalah mengabarkan dan meyakinkan kepada dunia Internasional terutama pada negara-negara Uni Eropa bahwa Indonesia sudah berada di level elite dunia. Saya akan memberikan kesadaran dan komitmen bahwa kami mengupayakan, merealisasikan dan akan menjaganya secara berkelanjutan. Dengan demikian kami yakin mereka akan membuka banned tersebut,” ujar Agus.
Dengan dibukanya larangan terbang dari Uni Eropa ini diharapkan bisa membuka pasar international Indonesia baik itu bisnis penerbangan dan wisata serta bisnis-bisnis yang lain secara lebih lebar lagi. Hal tersebut karena penerbangan mempunyai turunan multiplierr effect yang luar biasa mengingat penerbangan merupakan suatu moda transportasi yang paling aksesibel dan bisa langsung menjangkau networking ke seluruh dunia. Hal ini sesua Nawacita Presiden Jokowi nomor 7 yaitu menciptakan kemandirian ekonomi dengan cara mengembangkan tempat-tempat strategis yang mempunyai kekuatan perekonomian lokal.
Perkembangan penerbangan nasional juga diperkirakan memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan perkonomian nasional. Hal ini ditandai dengan sejalannya rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional per tahun sebesar 5,06 persen ( periode tahun 2015 – 2017) dengan pertumbuhan penumpang transportasi udara yang mencapai 12,45 persen per tahun. Sementara itu rata rata kenaikan tingkat ketepatan waktu keberangkatan pesawat (on time performance/OTP) tahun 2014 sampai dengan tahun 2016 sebesar 1,74%, sementara rata rata pertumbuhan seat capacity sebesar 5,98 persen dan rata rata gap antara supply & demand pertahun sejak 2015 s.d 2017 sebesar 36,81%.
Untuk membawa penerbangan Indonesia ke tingkat dunia tersebut, kata dia, diperlukan kerja bersama secara lebih erat, harmonis dan terus menerus antara penyelenggara penerbangan (stakeholder) yaitu regulator, operator dan masyarakat. “Kita tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Harus ada kerjasama yang baik antara pengelola bandara, maskapai penerbangan, pengelola navigasi penerbangan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang di Navigate oleh jajaran Ditjen Perhubungan Udara sebagai Regulatory Leader serta masyarakat tentunya. Untuk itu saya meminta komitmen dari para stakeholder tersebut ikut menjaga dan meningkatkan keselamatan penerbangan pada level yang tinggi seperti saat ini sehingga bisa membawa penerbangan Indonesia terbang tinggi ke tingkat dunia,” ujar Agus lagi. (son)