Ekonom Prediksi, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Meleset

JAKARTA (Bisnis Jakarta)-
Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan ketiga tahun ini diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi yang didorong oleh permintaan domestik, namun lebih rendah dari perkiraan semula akibat penurunan ekapor netto. Prediksi tersebut dikatakan Ryan saat diskusi dan media gathering di Jakarta, Rabu (7/11).

Selain Ryan Kiryanto, diskusi menghadirkan Kepala Biro Perencanaan Ahmad Zabadi, dan Business Developtment and Sales Officer Du'anyam Juan Firmansyah. Du'anyam merupakan UMK yang memproduksi kerajinan anyaman yang menjadi salah satu official partner Asian Games.

Menurut Ryan, kuatnya permintaan domestik mendorong impor. Impor tumbuh tinggi sejalan dengan permintaan domestik, meskipun pertumbuhan impor bulanan telah menunjukkan perlambatan. Sebaliknya, pertumbuhan ekspor lebih terbatas disebabkan kinerja ekspor komoditas andalan, seperti hasil pertanian dan peetambangan yang tidak sekuat perkiraan.

Sementara itu, neraca perdagangan pada Septermber lalu mencatat surplus 0,23 miliar dolar AS, membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang defisit 0,94 miliar dolar AS. Perbaikan tersebut, kata Ryan, ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat dan defisit neraca perdagangan migas yang menurun. "Secara komulatif, neraca perdagangan mencatat defisit 3,78 miliar dolar AS," ungkap Corporate Secretary & Chief Economist BNI ini.

Suku Bunga Acuan

Ryan juga mrmprediksi suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate (7 DRRR) diperkirakan akan naik 25 basis poin atau 0,25% pada akhir tahun ini. Kenaikan ini, kata Ryan, untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed. “Bunga acuan BI 7DRR rate naik pada Desember 2018 untuk mengantisipasi kenaikan Fed Fund Rate,” kata Kiryanto.

Menurut Kiryanto, kenaikan bunga The Fed ini akan didorong oleh meningkatkan inflasi di AS. Sebagai informasi, saat ini inflasi di AS mencapai 2%. Angka inflasi ini, kata Ryan, cukup krusial bagi negara sebesar AS. Oleh karena itu, diperkirakan The Fed akan berusaha menjinakkan inflasi ini dengan menaikkan suku bunga.

BI sebagai bank sentral negara berkembang, jelas Ryan, sebaiknya menyesuaikan suku bunga acuannya pada akhir tahun. Hal ini agar risiko usaha dan nilai tukar tidak mengalami tekanan yang berlanjut.

Arah kebijakan Bank Indonesia, kata Ryan, telah menetapkan bahwa BI 7-Day Reverse Repi Rate tetap 5,75 persen, Suku Bunga Deposit Facillity tetap 5.00 persen, dan Suku Bunga Lending Facillity sebesar 6.50 persen. (son)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button