JAKARTA (bisnisjakarta.co.id) – Harga minyak naik sekitar satu persen di sesi Asia pada Rabu pagi, mendapatkan kembali sebagian dari kerugiannya selama sesi sebelumnya di tengah kekhawatiran tentang permintaan energi setelah Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonominya.
Namun, kekhawatiran permintaan telah diimbangi oleh prospek pasokan yang lebih ketat menyusul sanksi terhadap Rusia, pengekspor minyak terbesar kedua di dunia dan pemasok utama Eropa, setelah invasi ke Ukraina.
“Harga energi yang lebih tinggi dapat memicu penjatahan permintaan,” kata ANZ Research dalam sebuah catatan dilansir dari antara di Jakarta, Rabu (20/4). “Di sisi lain, pendekatan China-nol COVID dan penguncian yang ketat membuat prospek permintaan tetap lemah.”
Minyak mentah berjangka Brent naik 96 sen atau 0,9 persen, menjadi diperdagangkan di 108,21 dolar AS per barel pada pukul 00.04 GMT. Kontrak berjangka minyak mentah WTI bulan depan, yang berakhir Rabu, naik 1,19 dolar AS atau 1,2 persen, menjadi diperdagangkan di 103,75 dolar AS per barel. Kontrak bulan kedua naik 1,18 dolar AS atau 1,2 persen, menjadi 103,23 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan minyak tersebut merosot 5,2 persen dalam perdagangan yang fluktuatif pada Selasa (19/4). Dana Moneter Internasional pada Selasa (19/4/2022) memangkas perkiraan pertumbuhan global hampir satu poin persentase penuh, mengutip dampak ekonomi dari perang Rusia di Ukraina, dan memperingatkan bahwa inflasi sekarang menjadi jelas dan menghadirkan bahaya bagi banyak negara.
Di sisi pasokan, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, memproduksi 1,45 juta barel per hari (bph) di bawah target produksinya pada Maret, karena produksi Rusia mulai menurun menyusul sanksi yang diberlakukan oleh Barat, sebuah laporan dari aliansi produsen yang diulas oleh Reuters menunjukkan.
Rusia memproduksi sekitar 300.000 barel per hari di bawah targetnya pada Maret sebesar 10,018 juta barel per hari, berdasarkan sumber sekunder, laporan tersebut menunjukkan. Pemadaman lainnya menambah kekhawatiran tentang pasokan. National Oil Corporation (NOC) Libya menyatakan force majeure di pelabuhan minyak Brega pada Selasa (19/4/2022), mengatakan tidak dapat memenuhi komitmennya terhadap pasar minyak. *gde