
JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Dukungan kepala daerah di Pemilihan Presiden 2019 masih menuai pro kontra. Namun, kali perhatian masyarakat serius ketika sejumlah gubernur usai dilantik presiden secara terang-terangan menyatakan dukungannya untuk pasangan capres dan cawapres tertentu.
Nasir Djamil, dari kubu pendukung pasangan capres Prabowo Subianto – cawapres Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan sebenarnya fenomena dukung mendukung kepala daerah terhadap paslon di pilpres sudah biasa dan sudah ada sejak dulu. Namun, diakui ketika kepala daerah menyatakannya secara terang-terangan maka menjadi tidak biasa.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, ada fenomena psikologis dari kepala daerah yang memicu para kepala daerah secara terang-terangan menyatakan dukungannya kepada paslon tertentu di pilpres.
“Kendala psikologis itu akan muncul pada kepala daerah yang diusung parpol atau gabungan parpol bila dia tidak berkampanye untuk capres yang diusung parpol pengusung dia. Sebab, di Indonesia sudah terlanjur ada pepatah ada ubi ada talas ada budi ada balas,” kata Nasir Djamil di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/9).
Akan berbeda, menurut dia ketika kepala daerah terpilih berasal dari perseorangan atau independen. Masyarakat tidak akan mempermasalahkan dan tidak ada kendala psikologis untuk mendukung atau tidak mendukung capres tertentu.
“Jadi, kalau kita ingin dianggap berbudi luhur ya ikuti nenek moyang kita itu. Inilah yang membuat suasana menjadi ramai,” kata anggota MPR/DPR RI dari dapil Aceh ini.
Psikoligis dari kepala daerah bersangkutan makin terbebani ketika sejumlah parpol sudah mengancang-ancang akan mengerahkan kepala daerahnya yang mereka usung saat pilgub, pilbup dan pilwakot untuk membantu kemenangan capres yang diusung oleh partai bersangkutan.
Bagi politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago soal dukung mendukung kepala daerah dan posisi juru kampanye salah satu capres, sudah terjadi pada Pilpres 2014.
Secara etika, menurut Irma sulit untuk menilai kepatutan maupun kepantasannya. Oleh karena itu, dia menegaskan sebaiknya penilaiannya bukan menekannya pada segi etika tetapi norma hukum yang ada yaitu ketentuan perundangan.
“Jika aturan sudah menyatakan bahwa itu boleh, ya…buat apa diperdebatkan lagi. Yang penting tidak menyusahkan dan merugikan rakyat yang penting ada hak cutinya ada aturan-aturannya,” tegasnya.
Oleh karena itu, Irma menegaskan bisa dinilai pantas seorang kepala daerah memberikan dukungan, tetapi dengan catatan tidak boleh pragmatis. “Jangan karena pragmatisme mereka mendukung, dulu kamu sudah saya kasih kursi saya dukung sekarang balas budi. Mendukung itu harus dengan ikhlas harus berdasarkan kinerja dan fakta,” katanya.
Pengamat politik dari Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan terkait soal dukung mendukung kepala daerah di Pilpres 2019 baiknya semua memperhatikan pada norma hukum yang ada.
Yaitru adakah aturan yang dilanggar. “Intinya, memang aturan membolehkan dan tidak ada aturan yang dilanggar. Tidak ada aturan yang melarang mereka untuk melakukan kampanye kepada salah satu capres,” tegasnya.
Untuk itu, Pangi meminta semua pihak berpegang pada ketentuan perundangan. Apabila ada kepala daerah yang mendukung capres yang dijagokannya dianggap telah menyimpang dan melanggar aturan maka bisa dilaporkan dengan tuduhan melanggar aturan UU.
“Saya pikir diaturannya boleh, tidak masalah. Asal dipatuhi semua aturan yang ada, seperti ada cuti dan ajangan pakai fasilitas negara itu poinnya,” ujarnya. (har)