
BOGOR (Bisnis Jakarta) – PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Persero, sepakat menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk bersinergi dalam upaya meningkatkan daya saing industri gula nasional.
Penandatanganan nota kesepakatan kerjasama (MoU) antara IPB dengan PT RNI, dilakukan langsung oleh Rektor IPB Dr. Arif Satria dan Direktur Utama (Dirut) PT RNI, B. Didik Prasetyo, pada acara seminar nasional dengan tema “Daya Saing Industri Gula di Era Industri 4.0” di Hotel Salak Heritage, Jalan Ir. Juanda, Kota Bogor. Kamis, (23/08).
Direktur Utama PT RNI, B. Didik Prasetyo mengatakan, ada beberapa kesepakatan kerjasama penting antara pihak IPB dengan PT RNI untuk saling bersinergi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi para petani, serta upaya meningkatkan daya saing pelaku Industri gula nasional. “Kerjasama ini meliputi bidang pendidikan, penelitian, pengembangan usaha, serta kemersialisasi produk inovasi. Hal ini penting bagi RNI untuk menghadapi persaingan diera revulusi industri 4.0 yang sekarang sudah di depan mata dan tidak bisa ditawar tawar lagi,” kata Didik.
Selama beberapa dekade tahun terakhir ini produktivitas gula di Indonesia seperti jalan di tempat, bahkan terkesan mati suri. Kondisi demikian mengakibatkan Negara terpaksa harus mengandalkan impor gula dari Negara lain demi mencukupi kebutuhan gula nasional yang terus meningkat.
“Sejarah mencatat pada era tahun 1930-an industri gula nasional pernah berjaya. Dimana saat itu luas tanam pertanian tebu kita mencapai 196,6 ribu hektar, produksi gula mencapai 2,91 juta ton, produktivitas 14,79 ton/hektar dan tingkat rendemen 11,32%. Namun sayang, kondisi industri gula nasional kita dewasa ini justru sebaliknya,” ungkap Prof. Dr. Ahmad Erani Yustika, Staf Khusus Kepresidenan, Bidang Ekonomi, yang juga Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya yang tempil menjadi salah satu pembicara dalam acara itu.
Prof. Ahmad menjelaskan, problematika industri gula di Indonesia pada kenyataannya cukup kompleks. Permasalahan tersebut tidak hanya pada tataran on-farm tetapi juga off-farm, tetapi juga karena adanya dualisme komoditas/pasar, dan tata niaga yang tidak efisien. “Dampaknya, tingkat efisiensi dan produktivitas industri gula rendah dan tidak kompetitif. Ditambah lagi permasalahan impor, ketersediaan stok dan hal lainnya berkaitan dengan regulasi yang dianggap masih belum efektif dan efisien,” paparnya.
Rektor IPB, Dr. Arif Satria menyampaikan, bahwa strategi peningkatan daya saing industri gula di era Revolusi Industri 4.0 dapat dilakukan melalui inovasi teknologi informasi dan komunikasi (ICT) pada berbagai aspek di industri gula, mulai dari aspek produksi, keterkaitan rantai suplay, investasi, hingga ke aspek penelitian terintegrasi, peningkatan kapasitas dan lainnya. “Untuk itu saya selaku Rektor IPB menyambut postif dan akan berkomitmen untuk mendorong pengembangan bidang kerajasama ini,” ujar Dr. Arif Satria. (bas)