
Ditemani sang suami, Ruppanlangi mendatangi Rumah Sakit KPJ Kajang Specialist Hospital (KPJ KSH), yang beralamat di Jalan Cheers 43000, Kajang Selangor, Darul Ehsan – Malaysia, 6 Maret 2011. Namun bukannya persalinan normal yang diinginkannya, justru banyak pihak yang mendorong proses kalahiran putri pertamanya itu dilakukan secara caecar.
Pasca operasi caecar, yang terjadi justru Ruppanlangi tak sadarkan diri akibat pendarahan di otak. Berbagai alasan pihak rumah sakit, menjadikan Ruppanlangi seperti kelinci percobaan karena harus menjalani operasi yang justru membuat kondisinya makin parah dan kritis. "Hanya berselang lima hari, anak saya harus menjalani operasi di bagian kepala sebanyak dua kali. Ini rumah sakit pemerintah Malaysia, koq bisa melakukan hal seperti itu," kata ibu korban Ratna Dewi, SE., MSi didampingi pengacaranya, Andreas Sapta Finady, S.H dari kantor Andreas Sapta Finady & Rekan saat ditemui di Depok, Kamis (19/3).
Ratna mengatakan, bertahun-tahun dia mencari keadilan dan minta pertanggungjawaban pihak rumah sakit, konsultasi dengan Kedubes RI di Kualalumpur dan menggandeng pengacara Malaysia serta pengacara dalam negeri, semuanya tak membuahkan hasil. Lagi-lagi berbagai alasan pihak rumah sakit seakan lepas tangan.
Selama proses pencarian keadilan, proses operasi terhadap anaknya terus saja dilakukan dengan alasan untuk kesembuhan, tetapi justru anak saya semakin menderita. "Anak saya seperti patung tak bergerak dan tatapan matanya kosong. Saya gak habis pikir apa relevansinya, anak saya dibikin lobang pernapasan di leher, padahal pernapasnnya normal," ungkap perempuan asal Makassar ini.
Setidaknya sudah tiga rumah sakit – Rumah Sakit (KPJ) Damansara Specialist Hospital (KPJ DSH), yang beralamat di Jalan SS 20/10, dan Pusat Perubatan University Kebangsaan Malaysia di Jalan Yaacob Latif, Bandar Tun Razak Cheras, 56000, Kuala Lumpur – yang direkomendasi para dokter Malayaia bergelar profesor tak mengubah kondisi Ruppanlangi. Tak juga ada keterangan apa yang menyebabkan Ruppanlangi lumpuh, tak ada juga penjelasan kenapa banyak alat medis seperti selang terpasang pada tubuh, kepala dan tenggorokan korban.
Bertahun-tahun tak ada perubahan, Ratna Dewi pun membawa Ruppanlangi pulang ke Tanah Air. "Dirawat dengan kasih sayang, anak saya kini sudah mulai merespon ketika diajak bicara, bisa menangis. Ini mukjizat," kata pensiunan Kementerian Kehutanan ini.
Sementara Andreas Sapta Finady, S.H. mengaku, setelah dipercaya kembali oleh kliennya untuk mencari keadilan, langkah awal yang akan dilakukan adalah menghubungi lawyer di Malaysia yang pernah direkomendasi pihak Kedubes RI Kualalumpur untuk melakukan negosiasi dengan pihak rumah sakit.
Ia juga akan menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan dukungan, serta mengingatkan masyarakat Indoneaia untuk tidak percaya dengan layanan rumah sakit luar negeri, seperti rumah sakit di Malaysia. "Selain perangkat hukumnya tidak mendukung ketika ada masalah, juga dokter atau rumah sakit dalam negeri tak kalah hebat dibandingkan dokter dan rumah sakit di Malaysia," katanya. (son)