
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR Agun Gunanjar Sudarsa berpandangan dengan membangun dan mengedepankan etika politik yang baik, bagus dan sepantasnya, maka bangsa Indonesia tidak akan terjebak pada hal-hal yang sifatnya non subtansial seperti politik saling sindir diksi dan frasa seperti politik sontoloyo, politik genderuwo dan lain sebagainya. "Kita semua elemen bangsa ikut salah, termasuk para elit politik, ya kita semua. Ini yang harus dipahami dan disadari bahwa etika dalam berpolitik memang harus disandingkan," kata Agun dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘Etika Politik Pilpres’ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (16/11).
Politisi Partai Golkar ini menyebut perang sindiran menjelang pemilu berupa diksi dan frasa seperti politik sontoloyo, politik kebohongan, politik genderuwo, merupakan hal yang lumrah dan pasti akan terjadi.
Namun, perang sindir tersebut jangan lantas berkelanjutan hingga akhirnya membuat para pasangan calon presiden dan calon wakil presiden beserta pendukungnya terjebak pada perdebatan yang tidak subtansial tersebut. "Dan akhirnya etika memang menjadi sesuatu yang penting dalam kerumitan tersebut," imbuhnya.
Oleh karena itu, agar kondisi ini tidak terus berlanjut ia menyarankan para peserta kontestasi politik harus memiliki struktur yang baik dan berjalan sesuai fungsinya masing-masing sehingga publik akan melihat ada sesuatu yang baik, benar dan bermanfaat untuk rakyat.
Iapun menganalogikan seperti sebuah band musik, ada gitaris, ada vokalis, ada basiss, ada drumer. Semua menjalankan fungsi dengan baik sehingga tercipta harmoni di dalamnya.
Semua pihak yang terlibat menjalankan fungsinya masing-masing sesuai ritme dan waktu yang pas untuk masuk bermain. Jika itu terjadi maka terciptalah satu alunan irama musik yang harmoni dan enak didengar. "Ketika itu terjadi baru bicara soal etika penampilan band tersebut apakah layak ditonton, karyanya cocokkah dengan lingkungan dan kondisi kekinian” ucapnya.
Sementara itu Pengamat Politik Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menilai jika pemerintah atau petahana terlalu cepat menanggapi sindirian yang berasal dari oposisi. Menurutnya seharusnya petahana tidak perlu menanggapi bentuk sindirian yang berasal dari oposisi. "Yang saya herannya pemerintahan sekarang terpancing untuk menanggapi itu terlalu reaktif gitu dan munculnya bahasa-bahasa itu, ada sontoloyo, ada bahas genderuwo," ucap Pangi.
Menurut Pangi, seharusnya pemerintah tidak perlu reaktif dalam menyikapi sindirian dari pihak oposisi. Namun bila pemerintah terus menyikapi sindiran dari pihak oposisi kedepanya akan berakibat fatal. (har)