
Diskusi menghadirkan empat pembicara yaitu Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Sadzily, Anggota Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka, Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih dan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi.
Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menjelaskan terobosan hukum oleh Kejaksaan perlu dilakukan untuk memecah kebuntuan akibat keputusan MA yang dianggap janggal itu. Sebab dalam kasasinya, MA memutuskan uang tersebut dikembalikan kepada negara, bukan kepada jemaah.
Persoalan menjadi semakin pelik, karena upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan PK kasus tersebut tidak bisa dilakukan akibat terbentur putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan kejaksaan tidak bisa mengajukan PK, kecuali PK diajukan oleh terpidana yaitu Bos PT First Travel sendiri.
Sebelum 2016 diakui Yenti, Kejaksaan sering mengajukan terobosan hukum hingga MK memutuskan tidak boleh lagi PK diajukan oleh Kejaksaan tetapi harus diajukan terpidana sendiri. Tetapi menurut Yenti, dalam kasus ini ada celah hukum yang mungkin MA menerima PK kejaksaan yaitu adanya asas kepentingan umum.
Selain itu juga adanya fakta bahwa kedudukan aset PT First Travel yang dipersoalkan itu adalah bukan milik negara tetapi milik ribuan jemaah. "Jadi PK saja demi kepentingan umum. Memang ini menerobos hukum, dan berharap Mahkamah Agung menerima permohonan PK itu. Karena menurut saya telah terjadi kekhilafan hakim yang nyata. Jadi nggak masalah dan nggak usah terlalu sensitif juga untuk mempersoalkan PK dalam kasus ini," ucap mantan Ketua Pansel Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Sadzily memastikan DPR akan mendukung perjuangan jemaah PT First Travel untuk mendapatkan uangnya kembali. "Putusan MA ini tidak adil, dan yang terpenting negara harus memberikan kepastian hukum terhadap korban First Travel agar memberikan rasa keadilan,” tegas Ace.
Senada, anggota Komisi VIII lainnya Diah Pitaloka mendukung upaya PK sebagai satu-satunya jalan mencari keadilan. "Kalau tadi Ibu Yenti bilang harus ada terobosan di luar hukum dengan PK untuk mencapai keadilan," ujarnya. Karena pada dasarnya, prosedur hukum apapun bisa dibenarkan kalau outputnya adalah keadilan bagi orang banyak dan masyarakat yang telah ditipu. "Jadi prosedur hukum outputnya harus pada rasa keadilan," tegas politisi PDIP ini. (har)