
Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan (RPM) terkait Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang digunakan untuk Kepentingan Masyarakat telah sampai pada tahapan uji publik, dan telah diidentifikasi 11 komponen yang menjadi pertimbangan dari biaya langsung dan biaya tak langsung. “Dari lima kota besar yang kami datangi, ini unik karena pemikiran di daerah berbeda-beda, bahkan terkadang berbeda dengan yang ada di pusat," kat Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi di Jakarta, Kamis (14/2).
Menurut Dirjen, biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan pengemudi saat menarik penumpang seperti bensin, oli, dan lainnya. Biaya tak langsung adalah biaya yang tidak langsung dikeluarkan saat itu. “Kami sudah mendapatkan angka yang ideal sebenarnya. Namun angka ini belum kami keluarkan dalam regulasi baru ini. Nantinya akan ada Surat Keputusan Menteri untuk menjadi pedoman bagi pimpinan daerah melakukan penghitungan tarif,” kata Dirjen.
Mengenai tarif atau yang sering disebut dalam regulasi mengenai ojek ini sebagai biaya jasa, belum ditentukan apakah akan diterapkan satu tarif yang sama secara nasional atau menggunakan sistem zonasi. "Nanti juga akan kita lihat apakah dengan tarif ojek ini, masyarakat masih punya daya beli atau tidak ?. Di satu sisi kami juga tetap dukung ketersediaan transportasi dengan transportasi massal, seperti Bus Rapid Trans (BRT) yang sudah beberapa kali kami berikan kepada pemerintah kabupaten/kota,” kata Dirjen Budi.
Sementara itu, Direktur Angkutan Jalan Ahmad Yani menyatakan, untuk penentuan tarif ojek tersebut pihaknya tetap mengacu pada hasil riset mengenai tarif yang paling sesuai. “Kami juga menanti hasil riset dari Institute for Transformation Studies (Intrans) untuk menetapkan berapa sebenarnya tarif yang sesuai untuk diputuskan. Karena ada pengemudi dari daerah-daerah yang sudah merasa cukup dengan besaran tarif yang ditentukan, ada yang merasa kurang, sehingga diharapkan nantinya tarif yang ditetapkan bisa cukup untuk seluruh kesejahteraan pengemudi,” ucap Ahmad Yani.
Angkutan Sewa Khusus
Terkait regulasi PM 118 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus, Ditjen Hubdat telah sampai pada tahap akhir yaitu sosialisasi. “PM 118/2018 ini dipandang sebagai penyempurnaan dari PM sebelum-sebelumnya dan sudah pada tahap akhir untuk mulai diberlakukan,”ujar Dirjen Budi.
Menanggapi kemungkinan resistensi dan penolakan yang terjadi di masyarakat seputar PM ini, seperti kata Menhub kapan akan bekerja jika terus-terusan digugat. Oleh karena itu, Kemenhub terus menjalin komunikasi dengan aplikator dan pengemudi, dan meyakinkan bahwa regulasi ini merupakan hasil pemikiran terbaik dari semua pihak baik aplikator maupun mitra pengemudi yang tergabung dalam Tim 7. (son)