
Menurut Hengki, saat ini yang pihaknya sedang lakukan adalah membuat uji coba E-Pilotage di 4 (empat) pelabuhan untuk memastikan VTS itu dapat berfungsi sesuai standar dalam melaksanakan pemanduan bagi kapal-kapal baik dari alur maupun di kolam pelabuhan. “Kita nanti akan uji coba tiga bulan ke depan, kalau itu bisa dilaksanakan tentu sedikit menjawab apabila nanti rencana perubahan organisasi pemanduan beralih ke kita maka kita sangat percaya diri dan siap melakukan itu,” jelas Hengki.
Lebih lanjut, Hengki mengungkapkan saat ini terdapat 23 VTS yang telah berstandar internasional. “VTS operator kalau secara set di internasional itu ada 25 orang, dan para operator pun harus mempunyai kemampuan setara dengan seorang pandu yang menguasai tentang nautic serta memiliki legalitas jenjang Nautis / ANT sebagai persyaratan sehingga memang seorang VTS operator harus mempunyai sertifikat-sertifikat untuk mengetahui bagaimana operasional VTS dilaksanakan, baik disisi pengawakan kapal, keselamatan, safety, security itu juga harus dipahami olehnya,” katanya.
Menurutnya, dalam menerapkan sistem itu tentu pihaknya punya best practice atau praktek terbaik yang ada di negara lain. Selain itu, dalam pengadaan peralatan juga dilakukan terlebih dahulu komparasi atau membandingkan dengan sistem yang sebelumnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Distrik Navigasi Kelas I Surabaya Gunung Hutapea mengaku pada prinsipnya, khususnya di Tanjung Perak juga akan dilakukan peningkatan kualitas peralatan yang ada supaya menjadi standar internasional sehingga ketika dilakukan E-Piloting sudah sesuai dengan standar. “Jadi tidak ada lagi no service no pay nanti, jadi kita betul-betul profesional untuk melaksanakan E-Pilotage itu ke depan,” terangnya.
Ia berharap, melalui FGD ini bagi setiap navigasi dapat menyiapkan segalanya yang diperlukan, salah satunya termasuk SDM. “Saat ini tenaga yang ada di VTS Surabaya baru 10 orang dengan pola 3 shift, artinya pelayanan non stop 24 jam,” tutup Gunung. (son)