Ketergantungan Impor Jagung Akan Terus Terjadi

JAKARTA (Bisnisjakarta)-
Indonesia diperkirakan masih akan mengalami defisit produksi jagung, dan solusinya tetap melakukan impor, karena produksi jagung dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan konsumen, baik untuk masyarakat maupun pakan ternak. “Saya mengutip salah satu studi bahwa terjadi defisit atas produksi dalam negeri di bawah dari permintaan domestik,” kata Peneliti Visi Teliti Saksama, Nanug Pratomo saat diskusi  “Data Jagung Yang Bikin Bingung” di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Kamis (21/2).

Diskusi yang digelar Forum Wartawan Ekonomi Moneter (Forkem) dibuka dan sebagai Keynote Speech Sesmenko Perekonomian Susiwiyono Moegiarso. Selain menghadirkan Nanug Pratomo juga hadir pengamat Pertanian dari PATAKA Yeka Hendra, serta Presedium Agri Watch Dean Novel.

Nanug memastikan, Indonesia masih belum bisa memenuhi kebutuhan jagung secara mandiri karena permintaan terus meningkat. Dia mengatakan, kebutuhan jagung untuk pakan ternak trennya akan terus naik, sementara produksi dalam negeri belum mampu mengimbangi.

Apalagi, jagung tak hanya diperlukan oleh produsen pakan ternak. Peternak kecil juga membutuhkan jagung untuk memproduksi pakan sendiri untuk menekan biaya mahalnya pakan jadi. “Nggak semua peternak kita mampu beli hasil (pakan) industri pabrikan. Ada peternak yang mau nggak mau mengolah sendiri, membuat pakannya sendiri yang butuh jagung mentah,” ujarnya.

Jika produksi jagung dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut, menurutnya dalam jangka pendek Indonesia masih tetap memiliki ketergantungan pada impor jagung. “Selama produksi jagung belum bisa penuhi secara full untuk pakan, impor jagung masih dibutuhkan paling tidak untuk jangka pendek,” tambahnya.

Hal yang sama dikatakan Dean Novel yang menilai, metode produksi jagung yang dilakukan selama ini harus dibenahi mengingat produksi sangat tergantung dengan musim. Jika metode yang gunakan mengandalkan musiman, kata dia, maka saat musim tanam akan terus terjadi kekosongan stok. Stok hanya akan tersedia saat musim panen tiba.

Menurutnya, penanaman jagung harus dilakukan secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. “Sarannya buat sustainable farming. Jadi kamu tanam yang lain setop, seminggu kemudian kamu tanam yang lain setop. Entah gimana caranya pasti bisa dilakukan, apakah per daerah, provinsi, kabupaten, sesuai iklimnya, sehingga tidak ada tanam serempak dan panen serempak,” jelasnya.

Akurasi Data

Sementara Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengingatkan pentingnya akurasi data sebagai dasar pengambil kebijakan untuk komoditas pangan strategis seperti jagung. “Data dan neraca yang akurat dari komoditas pangan strategis ini penting, terutama untuk dasar pengambil kebijakan,” kata Susiwijono.

Susiwijono memaparkan dalam pengambilan keputusan rapat koordinasi di Kemenko Perekonomian seperti untuk komoditas pangan strategis apakah perlu impor atau tidak, ada beberapa kepentingan yang harus dijaga.

Ia menuturkan, kepentingan yang harus dijaga adalah kepentingan produsen yaitu petani jagung dan di sisi lain ada kepentingan konsumen yaitu masyarakat, termasuk peternak yang menjadikan jagung sebagai pakan ternak. “Ini tidak mudah menyeimbangkannya,  karena ada kepentingan yang berbeda antara produsen dan konsumen,” ucapnya.

Ia mengingatkan, kalau harga jagung tinggi maka akan merugikan produsen atau petani jagung, tetapi bila harga terlalu rendah akan merugikan produsen atau petani jagung.

Untuk itu, ujar dia, kebijakan yang tepat adalah bagaimana bisa menyeimbangkan itu semua, dan hal tersebut membutuhkan data dan neraca yang akurat terkait jagung. “Jadi sekali lagi data dan neraca pangan sangat penting karena harus akurat betul sebagai dasar pengambil kebijakan di lapangan,” papar Susiwijono. (son)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button