Koperasi Harus Mampu Penuhi Kebutuhan Anggota

JAKARTA (Bisnis Jakarta)- 

Pengurus koperasi tingkat primer dituntut agar bisa memenuhi kebutuhan anggotanya, seperti kebutuhan simpan pinjam, pengadaan sembako, kendaraan, dan rumah tinggal. Sedangkan organisasi di tingkat sekunder, termasuk induk koperasi, keberadaannya diperlukan untuk merumuskan dan memperjuangkan berbagai regulasi yang dapat menunjang keberadaan koperasi primer. Agar bisa tumbuh dan berkembang, keduanya harus membangun sinergi dan kolaborasi usaha. Demikian kesimpulan dari diskusi nasional bertajuk ‘Membangun Peran Strategis Koperasi Karyawan di Era Milenual’ yang diselenggarakan Forum Wartawan Koperasi (Forwakop) di di Jakarta, Rabu (3/10) lalu.

Hadir sebagai pembicara antara lain Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Untung Tri Basuki, Ketua Umum Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia (IKP-RI) Prof Agustitin Setiobudi, Sekjen Inkopkar Sarjono AS, dan Sekretaris Koperasi (Karyawan) Astra M Riza Deliansyah.

Berdasarkan UU Nomor 25/1992, Untung Tri Basuki mengungkapkan, kopkar termasuk kelompok koperasi konsumen. Sedangkan berdasarkan UU Ketenagakerjaan, kopkar disebut sebagai koperasi pekerja. Saat ini terdapat 13.595 kopkar di seluruh Indonesia. Sebanyak 9.041 kopkar di antaranya aktif. Yang non aktif sebanyak 4.554 unit. "Yang harus dilakukan adalah bagaimana melakukan redistribusi aset dan pendapatan agar mampu mewujudkan kesejahteraan anggota,” kata Untung.

Untung menyarankan agar Inkopkar melakukan konsolidasi dengan kopkar-kopkar yang eksis dan besar-besar. Tujuannya agar Inkopkar mampu merumuskan dan memperjuangkan regulasi yang menunjang keberadaan kopkar.

Hal senada juga diungkapkan Prof Agustitin. Dia setuju, pengurus koperasi dituntut untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas. Agar bisa mewujudkan kesejahteraan anggota, Agustitin juga mengisyaratkan pengurus bisa melakukan afiliasi dan aliansi antar koperasi untuk mengembangkan usahanya. "Yang penting bagaimana anggota merasa nyaman dan percaya bahea pengurus bertugas mewujudkan keinginan dan keuntungan,” kata mantan ketua umum Koperasi Keluarga Guru Jakarta (KKGJ).

Guru besar di bidang perkoperasian ini menyatakan karakter pengurus tidak dipandang dari usia, tua atau muda. Jika bisa menyesuaikan dengan kemajuan zaman atau era milenual, tak masalah, malah itu yang dibutuhkan. “Sebaliknya, jika tak mampu mengembangkan diri, dia termasuk golongan purna milenial, jadi harus diganti,” pesannya.

Sementara itu, Sarjono banyak mengupas masalah kegiatan yang sedang dirintis Inkopkar, yaitu menyediakan perumahan. “Kesulitannya, tidak adanya bank tanah maupun sulitnya menjadikan tanah sebagai agunan bank,” katanya.

Berbicara tentang keberadaan Inkopkar, diakuinya pengurus baru aktif kembali setelah matisuri selama 12 tahun lamanya. Karenanya, bersama Ketua Umum Fadel Muhammad, Inkopkar ingin merangkul banyak kopkar-kopkar yang ada. “Kami membutuhkan model strategis usaha kopkar agar bisa menjadi percontohan bagi kopkar-kopkar yang baru,” katanya. (son)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button