Korupsi di JICT Nyata atau Isu Belaka?

JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Kasus perpanjangan kontrak jilid II Jakarta International Container Terminal (JICT) telah menjadi isu nasional. Sejumlah pihak menilai langkah itu keliru karena ada indikasi kerugian negara di dalamnya.
Untuk menganalisi kasus ini,  BEM FIA UI menggelar diskusi publik Kongkow Sore BEM FIA UI 2019 yang berjudul Korupsi JICT : Nyata atau Isu Belaka?.  Diskusi tersebut dihadiri tiga pembicara yang berasal dari INDEF yaitu Bhima Yudistira,  Laits Abied dari ICW dan Suryansyah Bahar mewakili Serikat Pekerja JICT.

Menurut Ketua BEM FIA UI 2019 Rufi Farenza,
Dugaan kasus korupsi yang terjadi pada perpanjangan jilid II JICT berawal dari skandal  perpanjangan kontrak pengelolaan JICT dan TPK Koja antara Pelindo II dengan Hutchison Port Holdings Hongkong yang dilakukan secara sistematis.

Perpanjangan kontrak yang dilakukan oleh PT Pelindo II hingga 2039 merupakan langkah yang seharusnya tidak dilakukan. Mengapa? Dalam audit investigatif BPK atas kontrak baru pengelolaan JICT, ada lima temuan spesifik yang diperoleh dalam perjanjian PT Pelindo II dengan Hutchison, yang ditandatangani pada 5 Agustus 2014. yaitu :
1. Rencana perpanjangan PT JICT tidak pernah dibahas dan dimasukkan sebagai rencana kerja dan RJPP dan RKAP PT Pelindo II, serta tidak pernah diinfokan kepada pemangku kepentingan dalam laporan tahunan 2014. Padahal rencana itu telah dinisiasi dirut PT Pelindo II sejak 2011.
2. Perpanjangan kerjasama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT yang ditandatangani PT Pelindo II dan HPH tidak menggunakan permohonan izin konsesi kepada menteri perhubungan terlebih dahulu
3. Penunjukkan Hutchison Port Holding oleh PT Pelindo II sebagai mitra tanpa melalui mekanisme pemilihan mitra yang seharusnya.
4. Perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT ditandatangani oleh Pelindo II dan Hutchison Port Holding tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan RUPS dan persetujuan dari Menteri BUMN.
5. Penunjukan Deutsche Bank sebagai financial advisor. BPK menduga, penunjukan itu bertentangan dengan peraturan perundangan.

“Karena itu, skandal kejahatan perpanjangan kontrak Pelabuhan JICT yang merugikan negara tersebut tidak mencerminkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG),” Ketua BEM FIA UI 2019 Rufi Farenza dalam keterangan tertulisnya di Jakarta Jumat (22/3).

Pihaknya bertekad terus mengawal isu ini dengan cara merilis kajian dalam waktu dekat. JICT merupakan aset bangsa yang sangat strategis. Pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia itu merupakan pintu keluar masuk ekspor impor dan gerbang ekonomi nasional. Dengan demikian, sudah semestinya pelabuhan tersebut dikelola oleh Indonesia, bukan oleh asing. (grd)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button