
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita membahas hambatan perdagangan yang dihadapi Indonesia dalam kunjungannya ke Tiongkok bersama Minister of General Administration of Custom China (GACC) Ni Yuefeng di Kantor GACC Beijing, China. Kedua pihak bersepakat untuk membentuk joint working group.
Lewat pendekatan tersebut, Enggar meyakini nilai ekspor Indonesia akan meningkat. “Dengan pendekatan yang kita lakukan dan persetujuan dari GACC bisa segera kita dapatkan, maka akan meningkatkan ekspor sekitar USD1 miliar, terlebih lagi kalau seafood bisa diizinkan,” kata Mendag Enggartiasto di Beijing sebagaimana keterqngan pers ya g diterima di Jakarta, Minggu (21/7).
Pemerintah mengharapkan agar Tiongkok memberi kemudahan atas ekspor sarang burung walet, buah-buahan tropis seperti nanas, buah naga, alpukat, durian, serta produk perikanan. Dijelaskan, salah satu kendala yang menghambat laju ekspor berbagai komoditas tersebut adalah lamanya proses verifikasi yang dilakukan oleh GACC.
Menanggapi hal tersebut, kata Enggar, Menteri Ni Yuefeng merespons dengan baik dan akan menindaklanjuti permasalahan yang disampaikan Indonesia. Diharapkan, komunikasi berjalan lebih baik, terutama pembahasan hal-hal yang bersifat teknis untuk memperlancar perdagangan kedua negara.
Tak hanya sarang burung walet, kata Enggar, berbagai buah-buahan Indonesia juga masih mengalami kesulitan untuk memasuki pasar Tiongkok. Hingga kini, tercatat hanya lima jenis buah-buahan Indonesia yang bisa diekspor ke Tiongkok. "Bandingkan dengan Thailand yang mencapai 20 jenis. Malaysia dan Vietnam juga jauh di atas kita. Sebagai langkah konkret, nanas dan buah naga yang sudah sekian lama verifikasinya akan segera dipercepat sehingga tidak lama lagi ekspor kedua buah itu bisa segera terealisasikan. Selain itu, jenis buah lainnya seperti mangga, durian, alpukat, rambutan juga masuk dalam daftar yang segera diproses,” katanya.
Menurut Mendag, saat ini ekspor sarang burung walet Indonesia baru mencapai 70 ton per tahun. Jumlah itu kurang dari setengah kuota yang ditetapkan pemerintah China sebanyak 160 ton per tahun. Sementara, jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang mencapai 1.600 ton per tahun, ekspor ke negara pengonsumsi sarang burung walet terbesar di dunia itu sangatlah kecil.
Tak hanya minim dari segi jumlah, Enggar mengatakan, dari sisi nilai tambah pun, ekspor sarang burung walet belum banyak diraih Indonesia. Pasalnya, Indonesia baru bisa mengekspor sarang burung walet mentah. "Sedangkan produk olahan berupa minuman dan lainnya tidak bisa masuk ke Tiongkok. Padahal nilainya sangat tinggi,” kata Enggar.
Mendag juga mengajak pemerintah Tiongkok untuk mengatasi penyelundupan sarang burung walet yang selama ini terjadi melalui Malaysia, Vietnam dan Hongkong.
Dalam kunjungan kali ini, Enggar juga mengajak para importir makanan minuman China untuk berinvestasi di Indonesia. Hasil produksinya diekspor kembali ke Tiongkok, negara-negara ASEAN, dan Australia. "Hal ini juga saya sampaikan ke Menteri Tiongkok dan disambut dengan positif. Disampaikan ini langkah positif karena akan memudahan proses verifikasi dan perizinan di Tiongkok,” imbuh Mendag.
Kunjungan Mendag kali ini berbarengan dengan penyelenggaraan seminar mengenai sarang burung walet yang diikuti oleh pengusaha baik dari RRT, Malaysia, Vietnam, dan Hongkong. Agenda tersebut menjadi kesempatan Indonesia untuk bisa melobi langsung pemerintah China dan pengusahanya sekaligus. Ini juga merupakan andil Dubes RI di Tiongkok, dan disambut sangat baik dengan pengusaha-pengusaha RI.
Nilai Positif
Kunjungan Mendag untuk melakukan lobi tersebut dinilai positif oleh pengamat. Rusli Abdullah dari Indef menyebutkan pendekatan perlu dilakukan agar berbagai kendala ekspor dapat diatasi. "Langkah Mendag positif. Tinggal Mendag harus bisa menegaskan bahwa Tiongkok tak perlu memberlakukan terlalu banyak persyaratan. Cukup bahwa buah kita tidak mengganggu kesehatan, bukan hasil rekayasa genetika dan berkelanjutan, tak perlu syarat yang macam-macam lagi,” katanya.
Menurutnya, negeri tirai bambu itu kerap memberlakukan non tariff measure yang menjadi kendala besar dalam perdagangan.
Di kesempatan lain, Ketua Dewan Pertimbangan sosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, sarang burung walet Indonesia semakin baik dalam kualitas dan mutu. Namun, saat ini tinggal mempercepat masalah intern agar ekspor sarang burung walet meningkat.
Ia menyebutkan, dulu memang kualitas sarang burung walet Indonesia buruk. Namun, masalah itu kini sudah teratasi. "Sekarang mungkin ditagih lagi juga karena kebutuhan mereka akan burung walet banyak sekali. RRT banyak impor," imbuhnya.
Dia pun optimis pemerintah bisa mendapat USD1 miliar dalam satu tahun dengan menggejot ekspor tiga komoditas tersebut.
Total perdagangan Indonesia-RRT periode 2018 tercatat sebesar USD72,67 miliar atau naik 23,48% dari total perdagangan 2017 yang sebesar USD58,84 miliar. Adapun total perdagangan Indonesia-Tiongkok pada periode Januari-April 2019 telah mencapai USD22,4 miliar.
Seiring peningkatan nilai perdagangan, defisit yang dibukukan Indonesia juga semakin melebar. Defisit perdagangan mencapai USD18,4miliar, naik dibandingkan defisit tahun sebelumnya sebesar USD12,68 miliar. (son)