Denpasar (bisnisjakarta.co.id) – Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menyebutkan, saat ini sejumlah regulasi untuk menjadi dasar hukum adanya bursa karbon telah disiapkan, dan sebagian masih dalam pembahasan yang diharapkan dapat segera dituntaskan.
“Sudah ada UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement yang menetapkan target penurunan emisi karbon nasional sebesar 29 persen (national effort) dan sebesar 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030,” ungkap Inarno dalam focus group discusion (FGD) dengan redaktur dan redaktur pelaksana media massa, di Legian, Bali, Jumat (14/7).
Selain itu, juga sudah ada Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang antara lain menyebutkan bahwa perdagangan karbon dalam negeri dan/atau luar negeri dilakukan dengan mekanisme pasar karbon melalui bursa karbon, dan/atau perdagangan langsung.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan NEK menyebutkan, bursa karbon merupakan bursa efek atau penyelenggara perdagangan yang telah memperoleh izin usaha dari otoritas yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sistem jasa keuangan.
Inarno juga menyebutkan adanya Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan NEK Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik. Pada Januari 2023, juga telah disahkan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK).
“Sesuai amanat UU ini peraturan pemerintah (PP) sebagai pelaksanaan UU ini harus sudah selesai enam bulan setelah diundangkan atau pada Juli ini,” kata Inarno.
Menurut dia, rancangan peraturan pemerintah (RPP) itu saat ini sedang digodok oleh pihak Kementerian Keuangan. Ia menyebutkan berdasar UU P2SK, unit karbon merupakan efek. UU itu juga menyebutkan bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh pihak yang telah memperoleh izin usaha dari OJK. UU itu juga menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai perdagangan karbon melalui bursa karbon diatur dalam Peraturan OJK setelah dikonsultasikan dengan DPR.
“Kami telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan DPR terutama Komis XI DPR, mereka mendorong agar RPOJK ini cepat selesai,” kata Inarno.
OJK berharap penyusunan POJK itu dapat selesai pada Agustus 2023, sehingga pada September dapat diluncurkan bursa karbon.
“Kami optimistis pada September sudah bisa live trading bursa karbon,” kata tandas Inarno dalam acara yang juga dihadiri Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Kristianti Puji Rahayu, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal OJK Antonius Heri, Kepala Departemen Pemeriksaan Khusus dan Transaksi Efek OJK Khoirul Muttaqien, dan Direktur Pengawasan Aset Digital OJK Lufaldy Ernanda. *rah