Pemindahan Ibukota, Begini Skenarionya

JAKARTA (Bisnisjakarta)-
Kerja Pansus Pemindahan Ibu Kota akan lebih banyak melakukan kajian kualitatif yaitu  mengandalkan penelitian riset dan  analisis ketimbang kerja kuantitatif. Alasannya, kerja pansus saat ini dibatasi limitasi waktu yang sangat ketat, sehingga kondisinya sangat terbatas. "Kita tidak berani menentukan kuantitatif, sementara waktunya hanya seminggu. Walaupun sekarang ini lagi trend soal wacana pemindahan ibukota," kata Ketua Pansus Pemindahan Ibu Kota merangkap Ketua Komisi II DPR RI, Zainudin Amali dalam diskusi 'Efektifkah Rumusan Pemindahan Ibu Kota Dikebut Satu Minggu?' di Jakarta, Kamis (19/9).

Diskusi menghadirkan pembicara lainnya  Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Ir Rudy Supriadi Prawiradinata dan Pengamat Perkotaan, Dr. Yayat Supriatna.

Zainuddin mengaku, sebelumnya ia justru membayangkan kerja Pansus ini akan melewati masa yang panjang. Sehingga akan lebih banyak kajian-kajian yang bersifat kuantitatif. "Bahkan tadinya, saya mau memberi contoh angka sekitar 70% yang kuantitatif dan 30% untuk kualitatif," tambahnya.

Dalam diskusi panjang lebar sesama anggota Pansus, sambung Politisi Partai Golkar ini, mekanisme kerja Pansus dibagi menjadi tiga kategori topik besar. Pertama-hal yang menyagkut  dengan pembiayaan, baik sumbernya dan berbagai hal yang terkait dengan pembiayaan dan pembangunan infrastruktur. Jadi itu satu rumpun sendiri.

Kedua, hal yang menyangkut lokasi  dan lingkungan. Jadi lingkungan ini bukan hanya membahas fisik saja, tetapi juga lingkungan sosial dan lain sebagainya. Ketiga,  hal yang mengatur soal aparatur beserta produk regulasinya yang dibutuhkan. Jadi Pansus tidak bergeser ke mana-mana. Tetap merujuk kepada hasil kajian yang ada.

Sementara itu, Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, Ir Rudy Supriadi Prawiradinata Ir Rudy Supriadi Prawiradinata mengatakan soal pembiayaan pemindahan ibukota ada dua alternatif. Pertama-memindahkan hampir  1,5 juta penduduk dengan total biaya yang mencapai Rp466 Triliun.

Biaya ini terbagi dalam lima tahun ke depan. Sehingga biaya pemindahan itu terbagi  5 tahap. Jadi pada 2020 baru persiapan. "Masuk 2021 kita baru memulai konstruksinya hingga 2023 dan kemudian 2024 baru mulai pemindahan," ujarnya.

Sebagai alternatif kedua, biaya yang digunakan mencapai Rp323 Triliun. Skema-skema pembangunannya,  tidak semuanya menggunakan dana APBN. Bahkan seminimal mungkin memakai APBN. "Jadi sekitar 19%, 19,2% itu menggunakan dan APBN. Itu pun nanti kita akan menggunakan skema-skema yang tidak membebani pada APBN yang reguler seperti dari pajak dan lain-lain," jelasnya. (har)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button