
Perang dukungan terhadap partai politik maupun pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di media sosial yang tampak heboh, tidak bisa menjadi rujukan partisipasi politik masyarakat sesungguhnya. Pasalnya, isi dari medsos tersebut lebih banyak bersifat hoaks alias berita bohong.
Pakar Komunikasi Politik Lely Arrianie menjelaskan dari kajian yang dilakukannya partisipasi publik dalam politik saat ini sudah bergeser dibanding pemilu sebelumnya. Fenomena kehadiran medsos saat ini tampak begitu heboh yang bisa dicermati dari begitu bergairahnya dukung mendukung calon bahkan terdengar kabar suami istri, sesama temen dan komunitas sampai berkelahi hingga memutus pertemanan. “Sejak tahun 2014 partisipasi politik milenial tinggi, tetapi partisipasi politiknya semu. Partisipasi politiknya tinggi sekali, namun ketika sampai di bilik suara dia membeku. No comment dan membeku, nggak ada sesuatu yang dilakukan untuk berpartisipasi," ujar Lely Arrianie di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/2).
Menurut Lely, untuk meningkatkan partisipasi caleg dan Parpol harus melakukan pendekatan persuasif mengarahkan mereka untuk menggunakan hak pilih . “Meski golput hak seseorang, namun itu tidak baik. Itu namanya tidak ikut berpartisipasi. Yang jelas, ada pemilih tradisional, fanatik, milenial, dan swing votters," ujarnya.
Ia berharap caleg dan timses langsung terjun ke masyarakat door to door. Memberi pencerahan, kesadaran dan pengetahuan yang postif tentang pentingnya pilihan politik bagi masa depan bangsa. “Caleg dan parpol saya harap tak hanya bersinar di medsos, tapi juga mengakar di tengah masyarakat. Itulah politik interpersonal yang bisa meningkatkan partisipasi rakyat dalam pemilu,” katnya.
Sedangkan Anggota MPR RI dari FPKB Daniel Johan menegaskan, menjelang Pemilu serentak berita hoaks (berita bohong) berpotensi memecah belah masyarakat. Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan aparat sebagai penyelenggara Pemilu diharap segera mengantisipasi berita bohong agar kondisi masyarakat tetap tenang dan damai. "Hoaks masih masif akhir-akhir ini dan lebih banyak merugikan Jokowi – Ma’ruf Amin. Karenanya penyelenggara pemilu dan aparat harus bertindak tegas, agar tidak memecah-belah masyarakat," ujar Daniel.
Menurut Daniel, Pemilu bukanlah barang baru di negara kita, melainkan hajatan lima tahunan sebagai wujud dari pelaksanaan UUD. Oleh sebab itu semua komponen mesti menciptakan suasana ceria, gembira dan nyaman menjelang pemilu. (har)