
Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Arief Budiman mengatakan, pembuatan Peraturan KPU ( PKPU) dapat menjadi opsi paling cepat untuk menyelesaikan persoalan kekurangan surat suara bagi pemilih yang pindah memilih dan tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Namun, langkah ini beresiko produk hukum PKPU yang dapat bertentangan dengan UU Pemilu. "Paling mungkin mudah dan cepat ya bikin PKPU. Tapi cuma saya kan tidak mau ini nanti beresiko bahwa karena undang-undang itu mengatakan (surat suara pemilih DPTb) tidak diproduksi, terus PKPU-nya mengatakan diproduksi, terus menjadi problem, kan nggak mau," kata Arief di kantor KPU, Jakarta Pusat, Jumat (1/3).
Penegasan disampaikan Arief menyikapi uji materi (judical review) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang berkaitan dengan pasal pindah memilih dan pencetakan surat suara. Dua orang mahasiswa yang berkuliah di Bogor permohonannya telah diterima Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang berkaitan dengan pasal pindah memilih dan pencetakan surat suara.
Aturan yang diujimaterikan adalah Pasal 210 ayat (1), (2), (3), Pasal 344 ayat (2), dan Pasal 348 ayat (4). Uji materi diajukan karena sebagian pemilih yang berpindah TPS terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya. Hal ini karena kendala aturan hukum dalam penyediaan surat suara tambahan yang khusus diperuntukan bagi pemilih yang berpindah TPS atau pemilih pindah memilih.
Pencetakan surat suara pemilih DPTb tidak diatur dalam UU Pemilu, karena dalam UU tersebut hanya mengatur pencetakan surat suara untuk pemilih yang tercatat di Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Arief mengatakan pihaknya juga memiliki opsi lain yaitu revisi PKPU tentang pencetakan surat suara. Tetapi, KPU tetap harus mempertimbangkan produk hukum revisi PKPU tersebut yang khawatir dianggap bertentangan dengan UU.
Arief mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti DPR dan Bawaslu, untuk mencari jalan keluar terbaik atas persoalan ini. "Saya juga sedang berbicara dengan beberapa ahli hukum. Kira-kira ini bermasalah dengan hukum nggak kalau hanya kita teruskan dengan PKPU," ujar Arief.
Di sisi lain, Arief mengaku siap menjadi pihak terkait dalam sidang perkara uji materi persoalan itu di MK. "Untuk memperkuat soal legal standing, bisa saja KPU menjadi pihak terkaitnya," kata Arief.
Dengan adanya pihak yang mengajukan uji materi, maka KPU tak perlu lagi menjadi pemohon uji materi. Sebab, pada dasarnya uji materi pemohon sama dengan sikap KPU yang berupaya untuk memfasilitasi pemilih yang ingin pindah memilih dan tercatat dalam Tempat Pemungutan Suara (TPS). "Kalau memang ada pihak lain yang sudah memasukan (permohonan uji materi) dan kami rasa pandangannya, isinya sama apa yang menjadi pandangan kami, kami tidak perlu memasukan sendiri," ujar Arief.
KPU berharap proses uji materi dapat berjalan cepat. sehingga tahapan pemilu dapat terus berjalan tanpa hambatan berarti.
Kotak Suara di Koramil
Sementara itu mengenai kekhawatiran adanya keberpihakan sejumlah kepala daerah dan camat terhadap salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sehingga meminta KPU RI tidak menyimpan kotak suara di kantor kecamatan usai hari pencoblosan di Pemilu 2019 tetapi di kantor Komando Rayon Militer (Koramil), Arief menegaskan pihaknya sudah memiliki aturan sendiri untuk keamanan kotak suara. "KPU sudah mengatur itu dan itu kita sudah jalankan sampai dengan hari ini," ujarnya.
Arief mengatakan permintaan itu justru dapat menimbulkan prasangka dan kecurigaan baru. "Nanti saya simpan di sana, ada yang curiga lagi," kelakar Arief.
Menurut Arief, dalam Pemilu Nasional maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) semua berjalan baik-baik saja. "Saya tegaskan sekali lagi, KPU sudah menyusun aturannya dan aturan itu sudah jalan," tandasnya. (har)