
Putusan MK tersebut ditetapkan atas gugatan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) yang mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Para pemohon menguji Pasal 449 Ayat (2), Ayat (5), Pasal 509, dan Pasal 540 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pemilu.
Pasal-paaal yang digugat mengatur tentang quick count baru boleh dipublikasikan dua jam setelah pemungutan suara di zona waktu Indonesia bagian barat (WIB). Selain itu, juga pasal yang melarang publikasi hasil survei di masa tenang. Pemohon juga keberatan dengan penerapan sanksi pidana bagi pihak yang melanggar ketentuan tersebut.
Dalam permohonannya, para pemohon mendesak agar MK segera memutuskan gugatan tersebut sebelum 17 April 2019 atau sebelum hari pemungutan suara.
Para pemohon menilai, pasal-pasal itu bertentangan dengan Pasal 28E Ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945 karena menghilangkan hak masyarakat untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi.
Namun, dalam putusannya majelis hakim konstitusi menyatakan larangan pengumuman atau publikasi hitung cepat dibatasi dua jam setelah penghitungan suara yang mengacu pada zona Indonesia bagian barat (WIB) tidak menghilangkan hak masyarakat mendapatkan informasi karena sifatnya hanya menunda sesaat. "Hal demikian hanya menunda sesaat demi melindungi hak suara pemilih," ucap Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan putusan.
Pembatasan waktu pengumuman hasil hitung cepat dua jam setelah penghitungan suara di Indonesia bagian barat berakhir dinilai hakim tetap diperlukan untuk menjaga kemurnian suara.
Menurut hakim tidak menutup kemungkinan pengumuman hitung cepat di Indonesia bagian timur sudah diumumkan ketika proses pemungutan suara di Indonesia bagian barat belum selesai. Sehingga dikhawatirkan saat hasil quick count dipublikasikan, ada sejumlah masyarakat yang belum menyalurkan hak pilih di wilayah Indonesia barat.
Selain itu, MK juga mempertimbangkan kemungkinan lembaga survei dan media yang mempublikasikan hasil quick count berafiliasi dengan pasangan calon tertentu sehingga dapat mempengaruhi kemurnian suara.
Pertimbangan lainnya hitung cepat merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang belum tentu akurat karena masih ada rentang kesalahan atau margin of error.
Hakim juga menolak gugatan pemohon tentang ketentuan pidana bagi pihak yang melanggar aturan tersebut. Menurut hakim, ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 449 ayat (6) telah sesuai dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. (har)