Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan RI, bersama Departemen Dalam Negeri, Australia, selenggarakan Identity Security Forum dengan tema "Penguatan Pemeriksaan Latar Belakang dan Verifikasi Identitas Bagi Personil Transportasi Indonesia" di Jakarta, Jumat (28/2).
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Indonesia dan Australia dalam rangka menindaklanjuti Memorandum of Understanding (MoU) tentang Kerjasama Keamanan Transportasi yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan dan disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo pada acara Indonesia – Australia Leaders Meeting di Canberra, Australia, 10 Februari 2020 lalu.
Kegiatan Identity Security Forum turut dihadiri oleh perwakilan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Badan Intelejen Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepolisian dan operator penerbangan nasional serta pemerintah Australia yang diwakili Departemen Dalam Negeri, Australia.
Direktur Keamanan Penerbangan, Moh Alwi, mewakili Direktur Jenderal Perhubungan Udara, menyampaikan bahwa Personil Penerbangan dan pemilik pas bandara memiliki peranan penting dalam menjamin keamanan penerbangan. "Personel penerbangan dan pemilik pas bandara harus bebas dari tindak terorisme dan segala tindak kejahatan. Untuk itu, sebagai seseorang yang memiliki kewenangan untuk memasuki daerah terbatas di bandar udara, personel penerbangan atau pemegang pas bandara harus memenuhi syarat agar tidak terdapat resiko dari ancaman keamanan penerbangan dari dalam (insider threat),” jelas Moh. Alwi.
Adapun, tujuan diselenggarakannya kegiatan ini ialah sebagai wadah pertukaran informasi dan best practices mengenai mekanisme pemeriksaan latar belakang personil penerbangan dan pemegang pas bandara, baik pemeriksaan awal seleksi dan pemeriksaan ulang secara berkala. Hal ini dilakukan sebagai tindakan pencegahan dari resiko terjadinya ancaman keamanan penerbangan dari dalam (insider threat) dengan menjamin personil penerbangan, pemegang hak akses tanpa pengawalan ke daerah keamanan terbatas bandara (pas bandara) dan orang yang memiliki akses terhadap informasi keamanan penerbangan bebas dari tindakan kejahatan.
Hal ini juga merupakan tindaklanjut dari ketentuan ICAO Annex 17 Amendment 16 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 80 Tahun 2017 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional yang mengatur bahwa pemeriksaan identitas seseorang dan latar belakang, termasuk jika diizinkan secara hukum, sejarah kriminal apa pun, dilakukan sebagai bagian dari penilaian kesesuaian seseorang untuk menerapkan kontrol keamanan dan/atau untuk akses yang tidak tercatat ke area terbatas keamanan.
Selanjutnya, dalam meningkatkan keamanan penerbangan pada aspek identitas dan latar belakang personil penerbangan dan pemilik pas bandara, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara tengah melakukan proses penyesuaian terhadap ICAO Annex 17 Amendment 17 yang akan diberlakukan pada Juli 2020 dengan perubahan peraturan keamanan penerbangan, dimana operator penerbangan dilibatkan dalam melakukan pemeriksaan latar belakang (background check). Dalam proses perekrutan personel penerbangan, operator penerbangan diwajibkan menetapkan kriteria dan melakukan pemeriksaan latar belakang (background check) dan harus dilakukan pemeriksaan ulang secara berkala, sehingga operator dapat mengevaluasi personil yang terindikasi terlibat tindak terorisme dan tindak kejahatan lain.
Moh. Alwi berharap kepercayaan masyarakat terhadap keamanan jasa transportasi udara semakin meningkat, ”Diharapkan dengan personil penerbangan yang bebas dari rekam jejak kriminal dapat menambah kepercayaan pengguna jasa penerbangan akan keselamatan dan keamanan penerbangan," pungkas Alwi. (son)