JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak permohonan keputusan fiktif positif dari DPP Partai Hanura kubu Ketua Umum Daryatmo dan Sekjen Sarifuddin Sudding (Sudding Cs), Kamis (17/5).
Alasan majelis hakum menolak Perkara Permohonan No. 12/PTUN-JKT/2018 yang didaftarkan di PTUN Jakarta pada 17 April 2018 Sudding Cs karena permohonan Keputusan Fiktif Positif sedang digugat dalam Perkara Gugatan No. 24/G/PTUN/2018/JKT.
Substansi Permohonan Keputusan Fiktif Positif mempersoalkan keabsahan pengesahan Kepengurusan DPP Hanura Oesman Sapta – Herry Lontung Siregar, hasil Munaslub tanggal 18 Januari 2018 yang dikeluarkan Menteri Hukum dan HAM tanggal 17 Januari 2018.
Menanggapi putusan PTUN Jakarta tersebut, Wakil Ketua Umum DPP Partai Hanura kubu Oesman Sapa, Sutrisno Iwantono mengatakan dengan keputusan PTUN Jakarta tersebut maka menguatkan keputusan yang telah diterbitkan Kementerian Hukum dan HAM yang telah mengesahkan kepengurusan DPP Hanura yang dipimpin Oesman Sapta – Herry Lontung Siregar.
“Daryatmo dan Sudding tidak bisa lagi mengatasnamakan pengurus DPP Partai Hanura,” tegas Sutrisno Iwantono di Kantor DPP Hanura Jakarta, Kamis (17/5). Sutrisno yang didampngi Wakil Umum DPP Hanura lainnya Yus Usman Sumanegara.
Bahkan, sambung Sutrino, kubu Daryatmo dan Sudding juga tidak boleh menggunakan seluruh fasilitas DPP Partai Hanura. Termasuk kantor yang selama ini mereka tempati di Bambu Apus Jakarta Timur.
Dikatakan, jika Sudding cs ingin bergabung kembali ke kubu Oesman Sapta akan mereka terima dengan baik. “Kita akan ambil alih kantor DPP nanti. Kami persilahkan jika ingin bergabung lagi di Partai Hanura yang dipimpin pak Oesman Sapta dan pak Herry,” tegasnya.
Di tempat berbeda, Sarifuddin Sudding mengatakan keputusan PTUN Jakarta yang menolak permohonan kubunya itu sebenarnya adalah permohonan fiktif positif. Yaitu permohonan agar meminta kepada pihak pengadilan untuk mengesahkan hasil keputusan PT TUN.
“Dalam pertimbangan hakim bahwa permohonan yang sama sudah diajukan dalam gugatan PT TUN No. 24 sehingga tidak dapat diterima,” jelas Sudding.
Dia menjelaskan bahwa putusan sela yang dimenangkannya beberapa waktu lalu adalah perkara nomor 24, berbeda dengan perkara yang diputus sekarang.“Itu bukan dalam kaitan ini, bukan permohonan fiktif positif. Itu dalam kaitan perkara nomor 24. Pertimbangan hakim karena dua objek pokok perkara yg sama, maka permohonan fiktif positif itu tidak dapat diterima,” jelas Sudding. (har)