STEM, Solusi Bangkitkan Maker Movement Indonesia

PERUBAHAN sistem pendidikan ke arah maker movement memiliki potensi yang besar untuk mengubah kualitas pendidikan di Indonesia. Hal inilah yang menjadi keunggulan Sekolah Cendekia Harapan Bali di mata Adiatmo Rahardi.

Lewat metode ini, kata Adiatmo, sekolah mampu mendesain metode pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk berkarya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Siswa dapat menentukan sendiri metode pembelajaran dan produk yang ingin dibuat dalam satu semester. "Gerakan pembelajaran seperti ini tentu akan mencetak generasi maker movement di Indonesia," kata Adiatmo saat Seminar Meneropong Masalah Robotik di Indonesia yang dilaksanakan di Sekolah Cendekia Harapan Bali, Sabtu (18/5) lalu.

Menurut Adiatmo, masalah robot di Indonesia berkaitan dengan sudut pandang masyarakat terhadap robotik. Dalam dunia pendidikan khususnya, walau beberapa sekolah sudah melaksanakan pendidikan robotik dan mempunyai prestasi luar biasa dengan membawa medali ketika ikut kompetisi robot di skala Internasional, terkesan membuat robot hanyalah untuk memenangkan kejuaraan. Bahkan hanya menjadi sebuah jalan untuk memenuhi capaian penilaian kinerja (KPI) bagi seorang tenaga pendidik.

Adiatmo selaku Komunitas Robot Indonesia (KRI) mengatakan, KRI memiliki peranan penting dalam mengatasi masalah tersebut dengan merangkul semua penggerak robotik di Indonesia.

Kegiatan sharing antar anggota KRI menjadi wadah untuk menajamkan ide-ide inovatif dalam pemerataan ilmu terkait teknologi robotika. Sehingga mampu mempercepat peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dalam STEM, khususnya dalam mengembangkan teknologi robotika untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Menggunakan Robot

Adiatmo mengatakan, Science, Technology, Engineering dan Mathematics (STEM) lebih efektif diajarkan dengan menggunakan robot dan menjadi salah satu jalan untuk membentuk maker movement.

Dalam seminar yang bertujuan untuk membedah masalah robotik di Indonesia ini, Adiatmo juga mengapresiasi komitmen Cendekia Harapan sebagai pemula di bidang STEM.

Dengan area sekolah yang tidak luas berani memberikan fasilitas dry lab yang dilengkapi dengan peralatan robotik, seperti Vex, Lego dan Arduino Uno kepada siswa-siswinya.

Dalam acara workshop tersebut, Adiatmo juga memotivasi warga sekolah Cendekia Harapan bahwa membuat robot itu mudah. Modalitas terbesar dalam membuat robot adalah “niat”. Seperti yang dilakukan salah satu pelajar SMA Cendekia Harapan, Sheena Abigail, dengan niatnya yang besar dalam mengatasi permasalahan air bersih di Indonesia, dia mampu membuat sebuah robot Tirta Amertha.

Hal tersebut juga disampaikan oleh Mustika selaku Kepala Pengawas Sekolah Cendekia Harapan yang menjadi saksi pelaksanaan berbagai metode pembelajaran yang menjadi ciri khas sekolah. Mustika melihat pergerakan STEM di Cendekia Harapan diawali dengan adanya pilihan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Project, Debate, dan Challenge bagi siswanya.

Hal tersebutlah yang mendorong Sheena Abigail untuk membuat projek Tirta Amertha sebagai produk di metode Project yang diikuti selama satu semester. "Membuat sebuah robot seperti halnya kita memberi kehidupan kepada benda mati, mencoba menyelami bahasa yang dipahaminya sampai berhasil. Memang tidak mudah meraih kesuksesan, karena di setiap kesuksesan ada ribuan kegagalan yang harus kita lewati," papar Abigail. (son)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button