
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menuturkan, survey oleh beberapa lembaga memperkirakan separuh UMKM tidak akan mampu survive setelah pandemi Covid-19. “Berbeda dengan krisis 1998 di mana UMKM mampu bertahan, dan saat ini akibat pandemi Covid-19, sekitar 30 sampai 50 persen UMKM diperkirakan gulung tikar setelah September 2020,” papar Teten dalam Webinar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) di Jakarta, Rabu (8/7).
Webinar bertajuk “Digital Economy dan Pemberdayaan UMKM, Tantangan Membangun Ekosistemnya selain menghadirkan Teten Masduki juga hadir Presdir OVO Karaniya Dharmaputra, Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono, dan Iqbal Farabi, Wakil Komite Tetap Bidang UMKM Kadin Indonesia.
Meski demikian, kata Teten, pemerintah berupaya optimal untuk menyelamatkan UMKM dengan berbagai stimulus senilai Rp600 triliun, baik lewat bantuan sosial (bansos) ataupun bantuan modal kerja, agar bisa ekonomi bergerak kembali, juga menekan bertambahnya angka pengangguran dan tingkat kemiskinan. “Pemerintah berusaha membangkitkan UMKM dengan berbagai cara karena di sana ada 60 juta pengusaha UMKM, belum lagi jumlah tenaga kerjanya,” kata Teten.
Namun, dari semua UMKM yang terdampak, ada UMKM yang bisa bertahan dan tumbuh. Mereka adalah UMKM yang sudah terhubung ke marketpalce, terkoneksi secara digital. Jumlahnya sekitar 13 persen.
Yang bertahan adalah UMKM yang melakukan adaptasi bisnis dan inovasi produk, sesuai permintaan market yang baru. “Orang sekarang lebih untuk mengkonsumsi makanan, minuman, kebutuan kesehatan, dan kebutuhan rumah tangga. Yang fashion berkurang. Tapi ada perajin batik jualan batik fashion ke daster, wah lakunya bukan main. Itulah inovasi dan adaptasi bisnis,” jelas mantan juru bicara Presiden ini.
Menurutnya, kondisi UMKM saat ini berbeda saat krisis di tahun 1998, dimana UMKM menjadi pahlawan ekonomi. Namun, dirinya yakin saat ini UMKM masih bisa menjadi bumper ekonomi nasional dengan stimulus yang dilakukan pemerintah.
Selain stimulus dari pemerintah, kata Teten, Kemenkop dan UKM saat ini juga terus mendorong digitalisasi di sektor UMKM, termasuk membangun database UMKM. Pasalnya saat ini database UMKM ada di 18 kementerian dan 40 lembaga terkait, belum terintegrasi. “Ke depan, pemerintah akan terus membenahi sistem pembiayaan yang ramah, mudah dan murah bagi UMKM, supaya bisa melahirkan startup-starup baru,” tegasnya.
Sementara itu, Iqbal Farabi, wakil Komite Tetap Bidang UMKM Kadin Indonesia mengatakan, mengaca kepada sejumlah strategi UMKM mulai dari pembiyaan, perpajakan, pelindungan komsmen, pendidikan sampai sumber daya manusia, kebanyakan UMKM bermodal nekad dan network. Namun belum ditunjang oleh kemudahan-kemudahan di pembiayaan.
Berapa banyak dapatkan KUR yang diaslurkan Pemerintah, Belum semuanya dapat. Makanya UMKM lakukan kerjasama dengan platform e-commerce saat ini di pembiayaan UMKM. Fintech memang sudah masuk tapi terlalu tinggi (bunganya) bagi pembiayaan UMKM.
Menurutnya, para pelaku ekonomi digital dan UMKM sudah siap masuk ke era sekarang. Tapi memang butuh sinergi antara Kementerian terkait, lembaga lain, supaya para pelaku ini bisa naik kelas. Ada prediksi di 2025 potensi ekonomi digital kita bisa sampai Rp200 triliun,. Ini artinya, UMKM tak bisa lagi dilihat sebelah mata.
Sedangkan Karaniya Dharmasaputra, Presiden Direktur OVO menuturkan, perkembangan digital teknologi, digital ekonomi dan financial techlology menjadi opportunity di Indonesia, termasuk bagi pelaku UMKM. Bagi OVO dan perusahaan-perusahaan digital technology yang lain, perusahaan fintech, marwah dari digital ekonomi bukan karena kami didesain regulator. Tapi karena karakter utama, ekosistemnya menyasar ke menengah bawah, UMKM. Sudah tercipta sistem untuk memanfaatkan teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan ini. (son)