Untuk Sekedar Berbagi Kekuasaan, UU MD3 Tak Perlu Direvisi

JAKARTA (Bisnisjakarta)-
Masa keanggotaan MPR/DPR RI periode saat ini akan berakhir pada September 2019 mendatang. Alasan tersebut yang mendasari sejumlah fraksi menyatakan tidak mungkin lagi ada revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD). Dengan demikian, UU MD3 yang berlaku saat ini harus dijalankan untuk keanggotaan baru MPR/DPR RI atau periode 2019 – 2024.

Pendapat tersebut dikemukakan sejumlah fraksi yang partainya berada dalam barisan Koalisi Indonesia Kerja (KIK) pendukung Paslon Joko Widodo-Ma'ruf Amien (Jokowi-Ma'ruf). "Sudah tak ada waktu lagi untuk merevisi UU MD 3, apalagi hanya untuk kepentingan bagi-bagi jabatan MPR RI. Malu sama rakyat, dan tugas DPR yang lebih penting masih banyak," tegas Anggota Fraksi PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira dalam diskusi bertema 'MD3 Perlu Dipisah? Kursi Pimpinan, Jalan Tengah atau Jalan Buntu?' di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (25/6).

Sehingga yang paling mungkin kata anggota Komisi I DPR RI itu, hanya mengubah judul dan sebagian pasal khusus terkait dengan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. "DPRD itu sudah diatur dalam UU Otonomi Daerah,” ujarnya.

Senada Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Cuncun  Ahmad Syamsurijal juga mendukung tak ada revisi UU MD3, karena hasil revisi sebelumnya sudah baik dan adil berdasarkan sistem proporsional suara terbanyak. "Jadi, FPKB DPR tak akan merevisi UU MD3," ujar Cuncun.

Yang terpenting kata anggota Komisi III DPR FPKS Nasir Jamil, pimpinan MPR, DPR dan  DPD RI itu harus mendukung terwujudnya konsolidasi demokrasi. Dimana untuk mewujudkan itu meliputi enam (6) komponen. Yaitu, negara kuat, masyarakat sipil yang independen, pemerintahan berdasarkan hukum dan tak sewenang-wenang, birokrasi yang sehat dan efektif, dan ekonomi yang adil tanpa ada kesenjangan.

Sementara itu, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengatakan ke depan lembaga DPR RI ini sebagai parlemen modern. "Jadi, siapapun pimpinan MPR RI, DPR RI, dan DPD RI harus berujung pada kuatnya konsolidasi demokrasi. Itulah yang akan menjadikan Indonesia unggul, dan Indonesia menang. Sehingga bukan untuk kepentingan kelompok, melainkan untuk lembaga yang modern," tandasnya. (har)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button